BERITA meninggalnya legenda bulu tangkis Indonesia Markis Kido sangat mengejutkan. Komunitas bulu tangkis Indonesia bahkan dunia sangat kehilangan dengan kepergian Markis Kido.
Sejumlah wartawan media luar negeri dari China, Malaysia dan India menanyakan kabar ini kepada saya melalui pesan singkat. Mereka semua mengaku terkejut, merasa kehilangan, dan menyampaikan pesan empati.
Nama Markis Kido memang tidak hanya ngetop di Indonesia. Peraih meraih medali emas ganda putra bersama pasangannya Hendra Setiawan di olimpiade Beijing 2008 ini menjadi salah satu atlet bulu tangkis Indonesia yang paling dinanti penampilannya di ajang internasional.
Di China, selain Taufik Hidayat, nama Markis Kido ibarat jaminan mutu dari penyelenggaraan sebuah turnamen bulu tangkis.
Meski China memiliki pemain-pemain hebat, nama Taufik Hidayat dan Markis Kido seperti sebuah “merek dagang” yang sulit ditinggalkan.
Baca juga: Markis Kido Meninggal Dunia, Indonesia Kehilangan Pahlawan Bulu Tangkis
Dalam dua kali kesempatan meliput turnamen bulu tangkis di China, yakni Piala Sudirman di Qingdao (2011) dan Piala Thomas dan Uber di Wuhan (2012), saya menyaksikan bagaimana Taufik dan Kido diidolakan masyarakat China.
Seorang sopir taksi yang mengantar saya dari hotel ke arena pertandingan begitu semangat bercerita tentang Taufik dan Kido saat tahu saya berasal dari Indonesia dan hendak menuju tempat pertandingan.
Meski saya tidak paham apa yang dibicarakan, dari ekspresi acungan jempol dan ucapan nama Taufik dan Kido, saya bisa menangkap kalau si sopir taksi ini sedang memuji mereka.
Cerita lain datang dari wartawan China satu hari jelang Piala Thomas dan Uber di Wuhan 2012. Meski saat itu kami belum saling mengenal, si wartawati berkacamata ini begitu antusias menanyakan kabar Kido.
Dia cuma mau memastikan apakah Kido tampil setelah absen di Piala Sudiman tahun 2011. Menurutnya, pertandingan tidak menarik kalau tidak ada Kido.
Papan reklame turnamen pun menjadi bukti pengaruh kuat Kido.
Dari sekian banyak pemain bintang dunia, foto Kido yang sedang memegang raket, selalu ada di setiap papan reklame yang tersebar di beberapa titik penjuru kota.
Baca juga: Kronologi Markis Kido Meninggal Dunia, Sempat Terjatuh di Lapangan
Nama Kido memang seperti melegenda di China. Negeri Tirai Bambu ini menjadi ladang yang penuh keberuntungan buat pasangan Markis Kido dan pasangannya, Hendra Setiawan.
Mereka selalu hoki dengan meraih banyak gelar bergengsi di negeri ini.
Selain beberapa gelar super series, tahun 2008 Kido dan Hendra meraih medali emas Olimpiade Beijing.
Dua tahun setelah itu, mereka kembali tampil sebagai kampiun di Guangzhou pada event Asian Games.
Itu sebabnya, Kido begitu digandrungi. Bahkan dalam pagelaran Liga Super Bulu tangkis China pun Kido mendapat undangan untuk memperkuat salah satu klub peserta.
Selain Kido, tentu saja Taufik Hidayat.
Legenda bulu tangkis China Li Yong Bo dalam sebuah kesempatan wawancara mengatakan, kalau ada pemain yang patut diwaspadai pemain China, jawabannya; Markis Kido dan Hendra Setiawan.
Baca juga: Markis Kido Ingin Hidup dan Matinya di Lapangan Bulu Tangkis
Saya sendiri mengenal Kido di penghujung tahun 2008. Beberapa saat setelah dia sukses membawa pulang medali emas Olimpiade Beijing.
Meski berstatus juara olimpiade, Kido tetap memperlihatkan sifat yang rendah hati.
Kido juga mau merangkul para pemain junior yang berlatih bersamanya di Pelatnas Cipayung.
Dalam sesi latihan, seserius apa pun, selalu ada candaan dari Kido yang akhirnya membuat suasana latihan menjadi nyama dan rileks.
Kido termasuk sosok yang sangat menghormati orang tuanya. Kido tidak canggung dan merasa malu dengan kebiasaan mamanya Zul Asteria yang sering datang melihat dia latihan di pelatnas Cipayung.
“Kenalin nih mas, mama gue,” ucap Kido dengan bangga saat memperkenalkan saya dengan mamanya seusai latihan.
Dari mamanya akhirnya saya juga lebih mengenal sosok Kido yang pekerja keras.
Kido menjadi panutan buat adik-adiknya Bona Septano dan Pia Zebadiah yang sama-sama berupaya menapak karier di arena bulu tangkis.
Melesatnya karier Kido memang tidak lepas dari bakat alami hebatnya. Kido memiliki banyak varias pukulan yang sulit dibaca lawan.
Bola kejutan menyilang di depan net sering membuat lawan pontang-panting.
“Ups, awas tikungan tajam,” begitu ucapan Kido saat berhasil mengecoh lawan latih tandingnya di pelatnas.
Dalam penilaian saya, Kido termasuk atlet yang cerdas dan punya prinsip.
Dia berani menyuarakan apa yang menjadi hak-hak pemain ke dunia luar. Keputusan dia keluar dari pelatnas adalah sebuah sikap profesionalnya.
Baca juga: Markis Kido Meninggal Dunia, Liliyana Natsir Kenang Momen Juara
Bahkan di saat pengurus PBSI mengira bahwa karier Kido sudah habis, Kido dan Hendra justru mendapat sponsor dengan kontrak yang lebih besar dari apa yang didapat di pelatnas Cipayung.
Sebagai manusia, tentu Kido juga memiliki kekurangan. Namun, sejauh yang saya kenal, Kido lebih banyak membagi kebaikan.
Tak heran jika akhirnya dia bisa diterima di berbagai kalangan.
Setelah berhenti meniti karier sebagai pemain professional, Kido tidak benar-benar gantung raket. Dia masih sibuk di arena bulu tangkis dengan menjadi pelatih.
Di luar itu, Kido juga rutin bermain bulu tangkis bersama teman-teman dan koleganya.
Sampai akhir hayatnya pun Kido masih setia dengan bulu tangkis. Hari Senin (14/6), benar-benar menjadi penampilan terakhir Kido di lapangan bulu tangkis.
Hidup dan matinya sepertinya memang untuk bulu tangkis.
Selamat Jalan Kido! Terima kasih atas semuanya.
Markis Kido
Lahir: Jakarta, 11 Agustus 1984
Wafat: Jakarta, 14 Juni 2021
Klub: Jaya Raya Jakarta
Penghargaan:
Parama Krida Utama Kelas I dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 September 2008
Prestasi Tertinggi: Meraih Medali Emas Olimpiade Beijing 2008
Prestasi
2000
2002
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.