Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Kompas.com - 30/04/2024, 08:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai menjadi sasaran kritik warganet setelah menahan alat belajar keyboard braille dari Korea Selatan (Korsel) untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan.

Hal tersebut bermula dari cuitan akun media sosial X @ijalzaid yang diunggah ulang beberapa akun lain, salah satunya @undercover.id, Jumat (26/4/2024).

Pengunggah yang berprofesi sebagai guru SLB-A Pembina Tingkat Nasional mengungkapkan kronologi alat belajar untuk sekolahnya ditahan oleh Bea Cukai.

Peristiwa tersebut bermula pada 16 Desember 2022 ketika OHFA Tech mengirim alat belajar untuk siswa tunanetra bernama Taptilo.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional menjadi penerima alat tersebut karena OHFA Tech sedang melakukan pengembangan Taptilo.

"Uji coba alat (Taptilo) di SLB-A Pembina Tingkat Nasional. Selesai itu, OHFA Tech mengirimkan barang Taptilo itu untuk hibah ke SLB karena dipakai tempat uji coba," ujar pengunggah bernama Rizal kepada Kompas.com, Sabtu (27/4/2024).

Baca juga: Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Barang dikirim ke Indonesia

Rizal menjelaskan, OHFA Tech mengirimkan Taptilo ke SLB-A Pembina Tingkat Nasional pada 16 Desember 2022.

OHFA Tech menggunkaan jasa pengiriman DHL dengan nomor pengiriman barang 4137077593.

Dia menyampaikan Taptilo yang dikirimkan OHFA Tech tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 18 Desember 2022. Namun, barang tersebut ditahan Bea Cukai.

Sebelum ditahan, Bea Cukai sebenarnya sempat meminta dokumen tambahan untuk pemrosesan dan penetapan harga barang yang dikirimkan oleh OHFA Tech.

Dokumen yang dibutuhkan, meliputi link pemesanan yang tertera harga, spesifikasi, dan deskripsi per item barang, inovice atau bukti pembayaran, katalog harga barang, gambar, spesifikasi masing-masing item, harga freight, dan dokumen lainnya yang mendukung penetapan harga.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional kemudian mengirimkan dokumen yang diminta oleh Bea Cukai.

Namun, pada saat itu pihak SLB sempat menemui kendala lantaran barang yang dikirimkan merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hibah sehingga tidak ada harganya.

"Setelah itu, kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar 22.846,52 dollar AS (kurs Rp 15.688) atau sekitar Rp 361.039.239 dan diminta mengirimkan kelengkapan dokumen (ke Bea Cukai)," jelas Rizal.

Dokumen yang diminta Bea Cukai terdiri dari konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK), lampiran surat kuasa, lampiran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekolah, lampiran bukti bayar pembelian barang yang valid, dan konfirmasi barang baru atau bukan baru.
Baca juga: Duduk Perkara Warganet Beli Sepatu Rp 10 Juta, tapi Ditagih Bea Cukai Rp 31 Juta

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com