KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai menjadi sasaran kritik warganet setelah menahan alat belajar keyboard braille dari Korea Selatan (Korsel) untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan.
Hal tersebut bermula dari cuitan akun media sosial X @ijalzaid yang diunggah ulang beberapa akun lain, salah satunya @undercover.id, Jumat (26/4/2024).
Pengunggah yang berprofesi sebagai guru SLB-A Pembina Tingkat Nasional mengungkapkan kronologi alat belajar untuk sekolahnya ditahan oleh Bea Cukai.
Peristiwa tersebut bermula pada 16 Desember 2022 ketika OHFA Tech mengirim alat belajar untuk siswa tunanetra bernama Taptilo.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional menjadi penerima alat tersebut karena OHFA Tech sedang melakukan pengembangan Taptilo.
"Uji coba alat (Taptilo) di SLB-A Pembina Tingkat Nasional. Selesai itu, OHFA Tech mengirimkan barang Taptilo itu untuk hibah ke SLB karena dipakai tempat uji coba," ujar pengunggah bernama Rizal kepada Kompas.com, Sabtu (27/4/2024).
Barang dikirim ke Indonesia
Rizal menjelaskan, OHFA Tech mengirimkan Taptilo ke SLB-A Pembina Tingkat Nasional pada 16 Desember 2022.
OHFA Tech menggunkaan jasa pengiriman DHL dengan nomor pengiriman barang 4137077593.
Dia menyampaikan Taptilo yang dikirimkan OHFA Tech tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 18 Desember 2022. Namun, barang tersebut ditahan Bea Cukai.
Sebelum ditahan, Bea Cukai sebenarnya sempat meminta dokumen tambahan untuk pemrosesan dan penetapan harga barang yang dikirimkan oleh OHFA Tech.
Dokumen yang dibutuhkan, meliputi link pemesanan yang tertera harga, spesifikasi, dan deskripsi per item barang, inovice atau bukti pembayaran, katalog harga barang, gambar, spesifikasi masing-masing item, harga freight, dan dokumen lainnya yang mendukung penetapan harga.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional kemudian mengirimkan dokumen yang diminta oleh Bea Cukai.
Namun, pada saat itu pihak SLB sempat menemui kendala lantaran barang yang dikirimkan merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hibah sehingga tidak ada harganya.
"Setelah itu, kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar 22.846,52 dollar AS (kurs Rp 15.688) atau sekitar Rp 361.039.239 dan diminta mengirimkan kelengkapan dokumen (ke Bea Cukai)," jelas Rizal.
SLB lakukan perbaikan data
Rizal mengatakan, Bea Cukai juga sempat meminta pihak SLB melakukan submit dokumen berupa surat pernyataan kepemilikan barang dari PIC sekolah.
Namun, pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran tersebut karena barang yang dikirimkan OHFA Tech merupakan barang hibah untuk siswa tunanetra.
"Tidak lama kemudian pihak terkait (Bea Cukai) email kembali untuk menyarankan barang tersebut di-redress (perbaikan data) dengan beberapa dokumen," imbuh Rizal.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional lalu mengirimkan beberapa dokumen, seperti surat pernyataan bukan kepemilikan barang dari pihak sekolah dan surat pernyataan hubungan antara PIC sekolah dan SLB-A Pembina Tingkat Nasional.
Namun, pada saat itu permohonan redress ditolak atau belum dapat disetujui.
"Setelah diproses cukup lama, kami dapat email kembali bawah barang kiriman tersebut akan dipindahkan ke tempat penimbunan pabean," ungkap Rizal.
"Setelah itu barang sudah cukup sulit untuk diproses Kembali karena mengharuskan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya," tambahnya.
Rizal menyampaikan, SLB-A Pembina Tingkat Nasional sempat menghubungi OHFA Tech untuk berkomunikasi mengenai Taptilo supaya bisa mendapatkan bantuan dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Korea Trade Investment Promotion Agency (KOTRA).
Pihak SLB juga semnpat menghubungi Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi agar mendapatkan bantuan lain.
"Setelah itu proses berjalan namun tetap mengalami kendala koordinasi antara pihak KOICA, KOTRA, Kementerian Pendidikan, dan Kebudayaan dan Bea Cukai," jelas Rizal.
"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutan dari barang tersebut sampai dengan saat ini," pungkasnya.
Bea Cukai bebaskan alat belajar SLB
Rizal mengatakan, Tapyilo yang sudah ditahan Bea Cukai sejak 2022 sudah dibebaskan pada Senin (29/4/2025).
Dilansir dari Kompas.com, Senin, alat belajar tersebut diserahkan oleh Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soetta Gatot Sugeng Wibowo di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang.
Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan, Taptilo yang dikirimkan kepada SLB-A Pembina Tingkat Nasional sempat ditahan karena masuk dengan fasilitas pengiriman DHL melalui mekanisme barang kiriman, bukan hibah.
Karena alasan itulah Bea Cukai menjatuhkan tarif pada barang tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah.
"Hari ini, setelah dilengkapi dokumen oleh SLB dan dari Dinas Pendidikan, kami tetapkan bahwa ini sesuai dengan ketentuan pemerintah untuk dibebaskan bea masuk," ujar Askolani.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/04/30/083000265/pengakuan-guru-slb-soal-alat-belajar-tunanetra-yang-ditahan-bea-cukai