Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghormati Sejarah Pulau Rempang

Kompas.com - 17/09/2023, 20:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI TENGAH kegalauan menghadapi kemelut silang pendapat akibat perbedaan kepentingan antara pemerintah daerah dan rakyat Pulau Rempang, Batam, tidak ada salahnya kita berupaya mematuhi ajaran Bung Karno tentang bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya.

Maka marilah kita bersama berupaya menghayati demi menghormati sejarah Pulau Rempang sesuai warkah titah tertulis yang diungkapkan oleh raja Kesultanan Riau, Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan Hendra Syafri Riayat Syah ibni Tengku Husin Saleh.

Pada hakikatnya, Raja Kesultanan Riau menegaskan sejarah bahwa de facto warga pulau Rempang sama sekali bukan kaum pendatang, namun benar-benar merupakan kaum pribumi setempat.

Masyarakat adat Pulau Rempang yang kini mendiami kampung-kampung di pulau Rempang merupakan keturunan prajurit dari Kesultanan Melayu Bintan yang kemudian berganti menjadi Kesultanan Riau-Lingga yang sudah ada sejak abad 11.

Leluhur mereka merupakan prajurit yang sudah mendiami Pulau Rempang sejak masa Kesultanan Sulaiman Badrul Alam Syah I sejak 1720.

Selanjutnya, mereka ikut berperang bersama Raja Haji Fisabilillah dalam Perang Riau I pada tahun 1782 hingga 1784.

Begitu juga dalam Perang Riau II bersama Sultan Mahmud Riayat Syah (Sultan Mahmud Syah III) pada 1784 hingga 1787.

Warkah titah Raja Kesultanan Riau pada hakikatnya seiring sejalan dengan pesan berulang kali Presiden Jokowi kepada bangsa Indonesia agar peduli amanat penderitaan rakyat tergusur demi jangan mengulang penderitaan Presiden Jokowi pada masa kanak-kanak secara langsung mengalami tiga kali digusur atas nama pembangunan infrastruktur di Kota Solo.

Sebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang mewarisi pesan Gus Dur agar senantiasa berupaya peduli, maka berbela rasa terhadap masyarakat adat dan rakyat tergusur, saya mendukung pembangunan infrastruktur selama penatalaksanaannya tidak melanggar asas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab beserta deklarasi Hak Asasi Manusia maupun agenda pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati para negara anggota PBB termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa merusak alam dan tanpa menyengsarakan manusia. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com