Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Peradaban Karangan Bunga

Kompas.com - 13/04/2023, 08:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMULA karangan bunga sekadar sarana mendukung penyampaian ucapan selamat kepada yang menikah. Namun kemudian praktik itu merembet ke yang merayakan hari kelahiran, lalu merambah ke ucapan belasungkawa kepada sanak-keluarga yang berpulang ke alam baka.

Dalam perkembangan kemudian, karangan bunga merangsek masuk ke ranah politik terutama menjelang dan setelah masa kampanye pemilu. Bahkan akhir-akhir ini, karangan bunga menyelinap masuk ke ranah hukum untuk memengaruhi polisi melakukan penangkapan, jaksa melakukan penuntutan, dan hakim menjatuhkan vonis.

Contoh termutakhir adalah karangan-karangan bunga yang dikirim ke kantor polisi demi memengaruhi aparat keamanan agar segera menangkap A yang dianggap terlibat, bahkan biang keladi pada kasus B, dan kawan-kawan menganiaya C. Karangan bunga menjadi alat bagi masyarakat untuk main hakim sendiri.

Baca juga: Kantor PSSI Dibanjiri Karangan Bunga, Erick Thohir Anggap Bentuk Apresiasi

Semua itu merupakan fakta tak terbantahkan bahwa di masa kini karangan bunga sudah menjadi bagian hakiki yang melekat pada bukan hanya pada kebudayaan tetapi sudah pada peradaban bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.

Bahkan, di samping menjadi bentuk peradaban, ternyata karangan bunga juga sudah menjadi komoditas industri. Sebagai bentuk peradaban, dengan sendirinya kirim-mengirim karangan bunga tidak bisa lepas dari pro dan kontra.

Pihak yang kontra menilai peradaban karangan bunga merupakan manifestasi gaya hidup konsumtif sebagai bagian dari aliran hedonisme melakukan pemborosan dana yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Sebab, pada halikatnya pengiriman karangan bunga bukan berdasarkan kebutuhan apalagi kebutuhan primer yang secara kodrati yang harus dipenuhi.

Karangan bunga juga menjadi indikasi kesenjangan sosial sebab tidak semua orang mampu membayar jasa pembuatan serta pengiriman karangan bunga. Karangan bunga menjadi lambang status sosial.

Pihak yang pro meyakini peradaban karangan bunga merupakan bagian melekat pada yang disebut sebagai ekonomi kreatif. Meski sebenarnya, sukma segenap perilaku ekonomi pada hakikatnya bersifat kreatif .

Namun yang harus diakui bahwa tradisi kirim-mengirim karangan bunga membuka lapangan kerja untuk mencari nafkah bagi para perajin karangan bunga maupun para pelaku jasa pengiriman karangan bunga. Hal itu  juga secara langsung melibatkan para pekebun bunga sampai ke pabrik pupuk kebun bunga, maupun produsen pestisida kebun bunga.

Peradaban karangan bunga di masa kini sudah menjadi industri yang potensial menggerakkan dana masyarakat dalam kualitas maupun kuantitas yang besar. Bagi yang tidak percaya betapa besar potensi industrial peradaban karangan bunga silakan membayangkan bencana gempa ekonomi yang akan terjadi bila mendadak pemerintah mengeluarkan larangan terhadap tradisi kirim-mengirim karangan bunga.

Selain itu, fakta membuktikan bahwa peradaban karangan bunga sudah sedemikian rupa mendarah-daging ke kehidupan masyarakat, sehingga ada yang menganggap jumlah karangan bunga sebagai status sosial untuk mengukur gengsi sang penerima karangan bunga.

Baca juga: GBK Arena Dibanjiri Karangan Bunga Usai Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U20

Makin mahal harga karangan bunga, makin tinggi pamor yang mengirim maupun yang menerima. Bahkan ada yang sedemikian fanatik terhadap pamor terkait jumlah karangan bunga, sampai tidak segan mengirim karangan bunga kepada dirinya sendiri.

Pada hakikatnya, peradaban karangan bunga memiliki potensi daya luar biasa dalam menggerakkan mekanisme ekonomi secara makro maupun mikro. Praktik itu secara ekonomi sangat berpengaruh terhadap masyarakat adil dan makmur yang hidup sejahtera di negeri gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kerta raharja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa 'Kerja' untuk Bayar Kerugian

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa "Kerja" untuk Bayar Kerugian

Tren
Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Tren
4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Tren
Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Tren
Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Tren
Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Tren
Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Tren
Ilmuwan Pecahkan Misteri 'Kutukan Firaun' yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Ilmuwan Pecahkan Misteri "Kutukan Firaun" yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Tren
3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com