Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Laurentius Purbo Christianto
Dosen

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Penyandang Disabilitas tetapi Kok Berprestasi?

Kompas.com - 09/08/2022, 11:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI ASEAN Para Games 2022 yang telah berlalu, para atlet penyandang disabilitas asal Indonesia berhasil mengukir sejarah. Kontingen Indonesia berhasil mendapatkan perolehan medali terbanyak bagi Indonesia sejak dimulainya ASEAN Para Games tahun 2001.

Kontingen Indonesia mendapatkan 175 medali emas, 144 medali perak, dan 107 medali perunggu. Para atlet tidak hanya mengukir sejarah bagi Indonesia, tetapi juga bagi diri mereka sendiri.

Bila membaca liputan tentang para atlet dengan disabilitas asal Indonesia yang bertanding di ASEAN Para Games 2022, tampak bahwa perjuangan mereka, yang telah dimulai jauh sebelum pertandingan, luar biasa.

Baca juga: Penjual Bubur Raih Emas ASEAN Para Games, Sandiaga Uno: Kita Branding Bubur Ranking Ke-7 Dunia

Di antara semua atlet penyandang disabilitas Indonesia yang luar biasa, misalnya, ada Ukun Rukaendi, atlet bulu tangkis peraih dua medali emas yang sudah berusia 52 tahun; Suryo Nugroho, atlet bulu tangkis yang pernah kecelakaan hingga diamputasi; Rexus Ohee, atlet boccia asal Papua yang dahulu hanya sering bersembunyi di dalam rumah; Fauzi Purwo Laksono, atlet tolok peluru peraih medali emas yang sempat terpapar Covid-19; dan Bang Udin atlet panahan yang juga seorang penjual bubur.

Melihat torehan prestasi kontingen Indonesia di ASEAN Para Games 2022, kisah mereka, dan para atlet yang lain tentunya sangat inspiratif. Perjuangan setiap atlet untuk berlatih, mengalahkan diri sendiri, dan menghadapi lawan pertandingan sesuatu yang luar biasa.

Inferioritas

 

Secara psikologis, apa yang membuat atlet-atlet penyandang disabilitas Indonesia dapat mengukir prestasi?

Salah satu konsep dalam psikologi yang dapat digunakan untuk menjelaskan aspek psikologis para atlet disabilitas yang berprestasi adalah inferioritas. Konsep ini dicetuskan seorang dokter bernama Alfred Adler, yang sering menemukan pasien dengan ketidaksempurnaan fisik baik karena bawaan lahir maupun karena kejadian tertentu selama masa perkembangan.

Inferioritas merupakan rasa diri kurang atau rasa rendah diri yang terjadi karena melihat diri kurang sempurna, kurang berharga, atau kurang mampu bila dibandingkan orang lain.

Adler berpendapat, inferioritas ternyata bukan semata petunjuk bahwa seseoarang memiliki kelemahan, melainkan juga dapat menjadi bahan bakar penggerak bagi orang tersebut untuk meningkatkan kualitas diri menuju ke kesuksesan.

Melalui kisah atlet-atlet penyandang disabilitas terbaca bahwa mereka memang pernah mengalami masa rendah diri dan merasa kurang sempurna. Walaupun begitu, dalam perjalanan hidup, mereka menemukan panggilan sebagai atlet.

Panggilan sebagai atlet itu kemudian mereka hidupi karena mereka yakin bahwa jalan itu memberi mereka kesempatan untuk menjadi diri yang lebih “superior” dan sukses, sehingga hidup mereka akan lebih berarti.

Baca juga: Arti Kebingungan Menkeu atas Prestasi RI di ASEAN Para Games 2022

Tentu, di setiap kisah tersebut ada peran orang lain yang turut "memanggil", mendorong, mendukung, dan mendampingi hidup mereka. Kisah para atlet disabilitas Indonesia menunjukkan bahwa ada dorongan yang luar biasa besar dari dalam diri untuk menunjukkan bahwa mereka juga memiliki keunggulan.

Dorongan untuk membuktikan bahwa diri mereka berkualitas, ditambah dengan semangat nasionalisme bertanding demi Merah Putih membuat mereka mampu mengeluarkan semua potensi yang mereka miliki.

"Nyawiji, greged, sengguh ora mingkuh"

Inferioritas memang memang dapat menjadi pelecut bagi setiap orang untuk bergerak menjadi pribadi yang luar biasa. Tetapi, dorongan saja tidak cukup. Setiap orang perlu “nyawiji, greged, sengguh ora mingkuh” dalam menghidupi panggilan mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com