BENTUK karya jurnalisme telah bermetamorfosa ke dalam beberapa format sepanjang sejarah. Format yang paling iconic dan menjadi asal muasal kata jurnalisme tentu saja Acta Diurna, medium pengumuman publik pada masa Kekaisaran Romawi.
Medium ini pertama muncul tahun 131 SM, namun baru ditujukan bagi publik tahun 59 SM, tepatnya pada masa pemerintahan Julius Caesar.
Secara bentuk, Acta Diurna dapat dikatakan sebagai karya jurnalisme pertama yang dapat dibaca publik dalam format tercetak.
Dalam hal ini, informasinya dicetak dengan cara dipahatkan di atas bahan batu atau logam.
Sejak kemunculan medium tersebut, kegiatan jurnalisme terus berkembang walaupun Acta Diurna berhenti beberapa tahun sebelum pusat Kekaisaran Romawi dipindahkan ke Bizantium (Konstantinopel) tahun 324 M.
Selain kegiatannya yang terus dilakukan oleh warga dunia, bentuk karya jurnalisme mengalami banyak perubahan.
Mulai dari berbentuk surat kabar setelah adanya penemuan mesin cetak, kemudian suara setelah diciptakannya radio siaran, lalu berbentuk gambar bergerak bersuara di era kemunculan televisi.
Di masa sekarang, kemasan-kemasan karya jurnalistik yang pernah ada telah semakin membaur seiring tren kovergensi yang didukung oleh kehadiran teknologi digital dan internet.
Sempat beredar istilah-istilah untuk menggambarkan penetrasi jurnalisme yang merambah format digital dalam jaringan internet.
Ada istilah jurnalisme online yang kemudian diterjemahkan ke dalam konteks bahasa Indonesia menjadi jurnalisme daring (dalam jaringan).
Baca juga: Metaverse dalam Jurnalisme
Lalu sempat pula berkembang istilah jurnalisme multimedia, atau bahkan jurnalisme media sosial.
Dewan Pers bahkan menggunakan istilah jurnalisme siber, sebagai interpretasi dari cyber journalism.
Di antara berbagai istilah tersebut, terselip terminologi yang sering disebut dari waktu ke waktu sejak awal teknologi digital muncul.
Awalnya istilah tersebut tidak pernah menjadi sebutan resmi, namun saat ini justru menjadi istilah paling universal di dunia studi jurnalisme, yaitu digital journalism atau jurnalisme digital.
Jurnalisme digital sudah menjadi nama mata kuliah atau spesialisasi di berbagai perguruan tinggi dunia, seperti di University of South Florida USA atau juga di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Indonesia.
Lalu apakah itu jurnalisme digital? Apa perbedaannya dengan bentuk karya jurnalisme yang lain?
Pada prinsipnya, istilah jurnalisme digital muncul ketika wartawan menggunakan berbagai sumber daya digital saat melakukan kegiatan jurnalistik.
Kegiatan yang dimaksud dimulai dari sejak pencarian objek berita, pengumpulan dan seleksi data, produksi berita, sampai dengan pendistribusian berita kepada publik.
Juga termasuk mencari umpan balik dari khalayak, di mana dengan teknologi digital, pihak media dapat berinteraksi aktif dengan khalayaknya dan demikian pula sebaliknya secara simultan.
M. Ashari dalam artikelnya yang dipublikasikan di Inter Komunika: Jurnal Komunikasi (2019) menyebutkan, jurnalisme digital pada awal tahun 2010-an disamaartikan dengan istilah lain yang lebih tren pada masa itu, seperti jurnalisme online, jurnalisme multimedia, atau juga jurnalisme siber.
Baca juga: Pers: Antara Medsos, Hoaks, dan Kurasi
Namun belakangan, istilah jurnalisme digital menjadi lebih banyak dipakai, berkaitan dengan sifat pemakaiannya.
Beberapa pengertian yang berasal dari pakar-pakar studi jurnalisme dipakai sebagai acuan seperti apa filosofi jurnalisme digital yang membedakannya dengan jurnalisme tradisional.
Salah satunya dari R. Salaverria (2019) yang menjelaskan jurnalisme digital sebagai segala bentuk kegiatan jurnalisme yang memanfaatkan sumber daya digital.
Salaverria lebih melihat istilah jurnalisme digital dari penggunaan teknologi digital oleh wartawan.
Berdasarkan risetnya selama 25 tahun, evolusi media digital ditandai oleh bagaimana media melakukan eksplorasi bentuk dan strategi penggunaan platform digital untuk memublikasikan informasi.
Pengertian lainnya datang dari M. Deuze (2017) yang melihat praktik jurnalisme digital pada penekanan penggunaan media sosial.