KOMPAS.com - Gelombang tsunami di Selat Sunda menerjang Provinsi Banten dan Provinsi Lampung.
Kejadiannya bencana yang menewaskan 437 orang itu terjadi pada Sabtu (22/12/2018) malam hingga Minggu (23/12/2018) pukul 22.00 WIB.
Gelombang setinggi lebih dari 2 meter ini mengguyur lima wilayah di Provinsi Banten hingga Provinsi Lampung. Dampak terparah dirasakan di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Baca juga: Penjelasan Ahli ITB dan BMKG soal Tsunami Selat Sunda yang Dapat Menerjang Jakarta
Dikutip dari Kompas.com, Minggu (23/12/2018), Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memaparkan sekitar pukul 13.51 WIB, pihaknya telah mengumumkan erupsi Gunung Anak Krakatau dengan status level Waspada sejak Kamis (21/12/2018).
Pada Sabtu (22/12/2018), BMKG mengeluarkan peringatan dini sekitar pukul 07.00 WIB akan potensi gelombang tinggi di sekitar perairan Selat Sunda.
Dwikorita menambahkan, sekitar pukul 09.00-11.00 WIB, tim BMKG sedang melakukan uji coba instrumen di perairan Selat Sunda.
Ketika dilakukan uji coba, terjadi hujan lebat dengan gelombang dan angin kencang, sehingga tim segera kembali ke darat.
Sekitar pukul 21.03 WIB, BMKG mencatat erupsi Gunung Anak Krakatau.
Hal ini mengakibatkan sejumlah alat pendeteksi tsunami BMKG menunjukkan ada potensi kenaikan permukaan air di pantau sekitar Selat Sunda.
Berdasarkan hasil pengamatan alat pendeteksi tsunami di Serang di Pantai Jambu, Desa Bulakan, tercatat pukul 21.27 WIB ketinggian gelombang mencapai 0,9 meter.
Di wilayah lain seperti Kota Agung, Lampung, dan Kota Bandar Lampung periode gelombang yang terjadi merupakan periode gelombang pendek.
Baca juga: Tsunami Selat Sunda, Sebuah Pembelajaran untuk Mitigasi Bencana