KOMPAS.com - Gelaran olahraga terbesar bagi penyandang disabilitas Paralimpiade kini tengah berlangsung di Tokyo.
Pada Paralimpiade Tokyo 2020, Indonesia mengirimkan 23 wakilnya untuk bertanding mengharumkan nama bangsa.
Medali emas telah diraih oleh pasangan Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah dan Hary/Leani di cabang olahraga badminton.
Medali emas yang diraih Leani/Khalimatus menjadi emas pertama Indonesia selama keikutsertaannya di ajang Paralimpiade.
Baca juga: Hasil Final Badminton Paralimpiade Tokyo - Hary/Leani Rebut Medali Emas!
Klub olahraga tunarungu pertama bahkan tercatat sudah ada pada 1888 di Berlin.
Namun, Paralimpiade baru diperkenalkan secara luas setelah Perang Dunia II. Tujuannya, untuk membantu sejumlah besar veteran perang dan warga sipil yang terluka.
Pada 1944, Dr Ludwig Guttmann membuka pusat cedera tulang belakang di Stoke Mandeville Hospital atas permintaan pemerintah Inggris.
Seiring berjalannya waktu, olahraga rehabilitasi berkembang menjadi olahraga rekreasi dan kemudian menjadi olahraga kompetitif.
Saat upacara pembukaan Olimpiade London 1948, Dr Guttmann menyelenggarakan kompetisi pertama untuk atlet kursi roda yang diberi nama "Stoke Mandeville Games".
Gelaran olahraga itu, melibatkan 16 prajurit dan wanita terluka yang ikut serta dalam kompetisi memanah.
Sejak saat itu, Paralimpiade diadakan secara rutin setiap empat tahun sekali.
Pada 1976, pertandingan Paralimpiade Musim Dingin pertama dalam sejarah diadakan di Swedia. Seperti halnya Paralimpiade Musim Panas, turnamen akan diadakan setiap empat tahun.
Sejak Olimpiade Seoul 1988 dan Olimpiade Musim Dingin di Alberville, Perancis pada 1992, Paralimpiade juga telah mengambil bagian di kota dan tempat yang sama dengan Olimpiade.
Baca juga: Usai Leani Ratri, Fredy Sumbang Medali bagi Indonesia di Paralimpiade Tokyo