Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Bumi di Titik Aphelion Sebabkan Suhu Dingin di Indonesia

Kompas.com - 06/07/2021, 17:04 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com - Unggahan terkait suhu dingin yang terjadi di Indonesia dan dikaitkan dengan fenomena Bumi yang tengah berada pada titik terjauhnya dari Matahari, atau di titik Aphelion, 6 Juli 2021, ramai di media sosial Facebook.

Disebutkan, akibat adanya Aphelion tersebut, suhu akan terasa lebih dingin pada pagi hari.

Kendati demikian, Lapan membantah adanya informasi tersebut. Aphelion disebutkan merupakan fenomena antariksa biasa tahunan, dan suhu dingin yang terjadi lebih karena alasan lainnya.

Narasi yang beredar

Salah satu netizen yang mengaitkan fenomena antariksa ini dengan kondisi suhu dingin yang terjadi adalah akun Sigit Wsbc di grup Facebook PEMALI BREBES.

"Hari ini gaesssss... Selasa 06,07,2021 Bumi di titik terjauh dari matahari (aphelion) dan apa dampaknya ... Suhu akan terasa lebih dingin di pagi hari ..," tulis dia, Selasa (6/7/2021).

Hingga Selasa (6/7/2021) pukul 13.10 WIB, unggahan itu sudah disukai sebanyak 309 kali, mendapat 133 komentar, dan 19 kali dibagikan ulang.

Tangkapan layar unggahan Facebook yang mengaitkan suhu dingin yang terjadi dengan fenomena Bumi ada di titik ApheliumFacebook Tangkapan layar unggahan Facebook yang mengaitkan suhu dingin yang terjadi dengan fenomena Bumi ada di titik Aphelium
Klarifikasi Kompas.com

Terkait dengan fenomena Aphelion dan dampaknya terhadap suhu di permukaan Bumi, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging menjelaskan keduanya tidak memiliki korelasi secara langsung.

Suhu dingin yang saat ini terjadi bukan disebabkan karena fenomena Aphelion, namun lebih disebabkan alasan lain.

"(Bumi di titik Aphelion) Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari. Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer," kata Sungging, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2021).

Sementara itu, dalam laman Edukasi Sains Antariksa Lapan, suhu dingin yang belakangan ini dirasakan terjadi pada pagi hari merupakan hal yang lumrah terjadi di musim kemarau.

Pada siang hari, permukaan Bumi menyerap cahaya Matahari dan melepaskan panas yang diserap itu pada malam harinya.

Semestinya, panas itu akan kembali dipantulkan ke permukaan Bumi oleh awan yang ada di atmosfer pada keesokan harinya.

Namun, di musim kemarau, tidak ada banyak awan yang menutup atmosfer, sehingga tidak ada panas yang kembali dipantulkan ke permukaan Bumi.

Selain diakibatkan musim kemarau dan tidak adanya awan di atmosfer, suhu dingin yang saat ini terjadi juga disebabkan oleh posisi Matahari yang sedang ada di belahan Bumi bagian Utara.

Hal itu menyebabkan belahan Bumi Utara memiliki tekanan udara yang lebih rendah, alhasil udara pun bergerak dari Selatan menuju Utara.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com