ADA saja kaum penjajah yang tidak senang bangsa yang dijajah punya lagu kebangsaan. Maka wajar Indonesia Raya dicemooh oleh Belanda sebagai lagu jiplakan lagu pop Belanda Pinda Pinda Lekka Lekka bahkan lagu kebangsaan Perancis, La Marsellaise.
Sebagai seorang yang sedikit mengerti teori musik saya setuju bahwa Indonesia Raya menjiplak La Marsellaise namun amat sangat terlalu terbatas hanya soal gaya iramanya memang sama yaitu mars.
Tetapi lagu kebangsaan Indonesia dimulai dengan gerak tiga nada saling beda mi-¬fa-sol sementara lagu kebangsaan Perancis berawal pada tiga nada yang sama sol-sol-sol maka tuduhan menjiplak terasa agak lebay.
Jika soal mirip memang mau dipaksakan maka awal lagu kebangsaan Perancis La Marselleise lebih mirip lagu perjuangan Indonesia yang juga diciptakan oleh W.R. Supratman Dari Barat Sampai Ke Timur.
Menarik bahwa kisah sejarah La Marselleillaise sendiri sebenarnya cukup dipadati anekaragam kekeliruan tafsir.
Kekeliruan yang paling mengaprah adalah bahwa La Marseillaise dapat dipastikan tidak dinyanyikan kaum revolusioner ketika turun ke jalan di Paris, 14 Juli 1789.
Malah sebenarnya tidak terlalu langsung berurusan dengan Revolusi Perancis. Lagu itu baru ditulis tiga tahun kemudian pada tahun 1792 oleh Rouget de Lisle atas pesanan walikota Strasburg, P.F.Dietrich, sebagai lagu pengobar semangat juang -- bukan dalam konteks revolusi -- tentara Perancis melawan Austria.
Judul lagu yang asli, sebenarnya Chant de guerre pour l'Armée du Rhin (Lagu Perang Untuk Bala-Tentara Rhine).
Namun ketika batalion sukarelawan Marseille berderap masuk kota Paris pada 10 Agustus 1792, dengan penuh semangat berpadu-suara menggelegarkan lagu patriotik itu, maka sejak itu warga Paris menyebutnya sebagai La Marseillaise.
Berdasar dekrit 14 Juli 1795, La Marseillaise ditetapkan sebagai Lagu Kebangsaan Perancis, namun akibat kandungan sifat agitatis yang dikuatirkan mengobarkan semangat pemberontakan, maka di masa Napoleon berkuasa, lagu itu dilarang dinyanyikan sampai dengan revolusi 1830.
Kemudian dilarang kembali oleh Napoleon III, dan belum kunjung direhabilitasi sebagai lagu kebangsaan sampai dengan 1879.
Sementara sang pemesan lagu , P.F. Dietrich, seperti halnya mayoritas kaum aristokrat Perancis, akhirnya malah dipenggal kepalanya oleh pihak yang sedang berkuasa dengan menggunakan guillotine.
Sementara sang pencipta lagu kebangsaan Perancis, Rouget de Lisle, yang memang akrab dengan kaum ningrat juga sempat dituduh sebagai pengkhianat Republik Perancis.
Namun akhirnya entah bagaimana kepala Rouget de Lisle bisa selamat dari kebengisan algojo guilotin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.