KOMPAS.com - Kenzo dan Queensa jadi nama yang trending di twitter dalam beberapa hari ini.
Hal itu merujuk pada tren para orangtua memberi nama anak zaman sekarang seperti Kenzo dan Queensa
Salah satunya seperti yang dicuit oleh Fiersa Besari melalui akunnya @Fiersabesari.
Baca juga: Asal-usul Nama 7 Wilayah di Jakarta, Mulai dari Menteng hingga Ancol
https://twitter.com/FiersaBesari/status/1352585109187137539
Hal serupa juga disampaikan oleh akun @damprat:
"Kenzo, sekarang papi tanya sini. When you grow up would you be the savior of the broken, the beaten and the damned?" katanya.
Memberi nama pada anak adalah harapan dan kebanggaan tersendiri bagi orangtua. Namun bagaimana dengan si anak? Apakah nama-nama yang orang tuanya berikan berpengaruh pada kehidupannya mendatang?
Dilansir dari Independent, ada tren yang berkembang di antara orangtua yang disebut penyesalan nama. Disebutkan, 1 dari 5 ibu menyesali nama yang mereka berikan untuk anak mereka.
Sejumlah penelitian menunjukkan pengaruh sebuah nama pada kesuksesan hidup seseorang. Mulai dari melamar pekerjaan, sampai kebiasaan belanja.
Baca juga: Asal-usul Nama Pempek, Makanan Asal Palembang yang Punya Nama Asli
Orang lebih menyukai nama-nama yang mudah diucapkan. Dalam Jurnal Experimental Social Psychology, New York University, menyebutkan bahwa orang dengan nama yang mudah diucapkan memiliki jabatan lebih tinggi di tempat kerja.
Jurnal tersebut merangkum lima studi yang dilakukan terhadap banyak nama, di antaranya:
Hasilnya, nama yang mudah diucapkan (dan orang yang menyandangnya) dinilai lebih positif daripada nama yang sulit diucapkan.
Baca juga: Asal-usul Nama Odading, Berawal dari Celetukan Orang Belanda
Mengutip Independent, peneliti Universitas Marquette menyebutkan bahwa nama-nama umum lebih mungkin untuk dipekerjakan, dibanding nama unik.
Sehingga di Amerika, nama-nama seperti James, Mary, John, dan Patricia lebih beruntung.
Adapun dalam jurnal berjudul Pemberian Nama Anak Dalam Sudut Pandang Bahasa, Universitas Semarang pemberian nama unik pada anak dilatarbelakangi oleh kondisi sosikultural berubah dan kelaziman pun dilanggar.
Jurnal yang meneliti nama warga Semarang tersebut menemukan bahwa sedikit orang yang tertarik menggunakan kata dari bahasa Indonesia.