Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Bulan Pandemi, Kasus Covid-19 di Indonesia Tembus 700.000, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 26/12/2020, 12:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia mengonfirmasi 7.259 kasus infeksi baru virus corona pada Jumat (25/12/2020). Hal itu menjadikan total kasus Covid-19 tembus 700.000 kasus, tepatnya 700.097 kasus.

Selain itu, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia juga mencapai 20.875, sementara 570.304 pasien telah dinyatakan sembuh.

Dalam catatan Our World in Data, Indonesia menjadi negara dengan positivity rate tertinggi di dunia, yaitu sekitar 20 persen.

Angka itu jauh di atas India, negara dengan kasus Covid-19 tertinggi kedua di dunia, yang hanya memiliki positivity rate di bawah 5 persen.

Baca juga: Bertambah 7.259, Kasus Covid-19 di Indonesia Tembus 700.000

Kondisi serius, penanganan tidak fokus

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, kondisi di Indonesia saat ini sama seperti India dan Brasil.

Sebab, kurva epidemiologi di Indonesia terus mengalami kenaikan dan tak pernah melandai. Hanya saja, India dan Brasil memiliki kapasitas testing yang lebih besar.

"Bedanya tes Indonesia paling rendah. Jadi seperti terkesan biasa biasa saja, padahal sudah serius," kata Dicky kepada Kompas.com, Sabtu (26/12/2020).

Menurutnya, masalah testing yang sejak awal dikritik tak kunjung diperbaiki secara signifikan. Artinya, pemerintah tidak merespons pentingnya testing sesuai skala penduduk dan eskalasi pandemi.

Ia menambahkan, hal itu disebabkan oleh penanganan pandemi yang tidak fokus.

"Yang jelas tidak fokus pada upaya mengendalikan pandeminya, tetapi terdistraksi dengan fokus ekonomi dan politik," jelas dia.

Baca juga: Epidemiolog: Tiket Promo Bukti Tak Terintegrasinya Penanganan Pandemi

Strategi komunikasi risiko

Dicky menjelaskan, strategi yang paling tepat untuk menangani pandemi saat ini tak cukup hanya dengan pendekatan edukasi, tetapi lebih pada strategi komunikasi risiko.

Sebab, strategi risiko memiliki need assessment yang menjadi alat untuk mengetahui penyebab ketidakfahaman atau ketidakmauan suatu populasi dalam melakukan upaya pencegahan.

Menurut dia, pemahaman yang tepat sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan setiap intervensi yang dilakukan, baik 3T, 3M, maupun vaksinasi.

"Pendekatan edukasi hanya bagian kecil dari strategi komunikasi risiko," ujarnya.

Selain itu, pendekatan edukasi yang dipakai juga tidak bisa dilakukan secara umum.

Baca juga: Epidemiolog soal Satgas Covid-19 Sebut Masyarakat Gali Kubur Sendiri: Tak Tepat

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com