Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Agar Penjara Tak Jadi Pusat Pandemi Covid-19

Kompas.com - 02/05/2020, 19:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

COVID-19 adalah pandemi yang nyaris melumpuhkan dunia sekarang. Clear and present danger. Segala hajatan besar, semisal olimpiade, kompetisi liga sepak bola, semuanya, apa boleh buat, harus ditunda. Termasuk ibadah haji tahun ini, ditiadakan.

Masalahnya, Covid-19 menyebar ke mana-mana melalui interaksi manusia. Segala bentuk kesopan-santunan atau simbol interaksi, seperti jabat tangan, berangkulan dan ciuman, harus dinihilkan dulu. Mengobrol dekat pun dilarang.

Pendeknya, hidup menjadi renggang. Seluruh pemerintahan di dunia menganjurkan rakyatnya untuk menjauh dari keramaian, menghindari kerumunan, bahkan berdiam di rumah berpekan-pekan lamanya.

Ironinya, hingga kini, vaksin pencegahan dan obat penyembuhan, belum ditemukan untuk dipakai secara massal.

Maka, satu-satunya yang dapat dilakukan umat manusia adalah berusaha memutus mata rantai penularan virus dengan cara menjaga jarak satu dengan yang lain, hidup dengan gaya hidup sehat, dan menjaga imunitas tubuh.

Sekolah-sekolah diliburkan, kantor-kantor ditutup dan para pegawai bekerja dari rumah, bahkan umat beragama kini diminta untuk beribadah di rumah. Semua berpacu dengan waktu.

Risiko di Lapas dan Rutan

Sayangnya, segala imbauan untuk menghindari kerumunan dan menjaga jarak itu tidak selamanya dapat diterapkan.

Di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan), misalnya, bagaimana mungkin menjaga jarak di ruang-ruang tahanan dan lembaga pemasyarakatan kelebihan penghuni?

Kini di seluruh negeri, rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan kita sedang dihuni lebih 170 ribu orang, sementara kapasitas hanya sekitar 90 ribu orang.

Karena itu, di tengah pandemi Covid-19, penjara jadi tempat yang sangat berisiko. Ada banyak penjara yang tak layak huni lantaran kelebihan kapasitas. Physical distancing mustahil diterapkan.

Tak heran jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak pemerintah-pemerintah negara di dunia untuk membebaskan narapidana berisiko rendah.

Itulah sebabnya, Jerman, Iran, Kolombia, Italia, Turki, dan negara-negara lain serentak memilah para narapidana dan membebaskan mereka demi menekan laju penularan Covid-19.

Warga binaan keluar dari rumah tahanan saat pembebasan saat Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi oleh Kemenkumham di Rutan Klas IIB Kudus, Jawa Tengah, Kamis (2/4/2020). Sebanyak kurang lebih 56 warga binaan atau 30 persen dari penghuni rutan tersebut dibebaskan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO Warga binaan keluar dari rumah tahanan saat pembebasan saat Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi oleh Kemenkumham di Rutan Klas IIB Kudus, Jawa Tengah, Kamis (2/4/2020). Sebanyak kurang lebih 56 warga binaan atau 30 persen dari penghuni rutan tersebut dibebaskan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

Di Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Surat Keputusan Menkumham itu segera diikuti dengan pembebasan lebih dari 38.000 narapidana yang memenuhi syarat dari berbagai lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia.

Syaratnya: telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi anak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com