KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mengizinkan penggunaan obat ebola, remdesivir untuk pengobatan darurat virus corona.
Melansir BBC, Sabtu (2/5/2020), obat tersebut dapat digunakan pada orang yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 yang parah.
Baru-baru ini, sebuah uji klinis menunjukkan obat tersebut membantu mempersingkat waktu pemulihan pasien yang berada dalam kondisi sakit parah.
Baca juga: Longgarkan Lockdown, Ini Catatan Kasus Virus Corona di Arab Saudi
Namun otorisasi FDA tidak sama dengan persetujuan formal, yang membutuhkan tingkat tinjauan lebih tinggi.
Para ahli juga memperingatkan bahwa obat tersebut yang pada awalnya dikembangkan untuk mengobati penyakit ebola dan diproduksi oleh perusahaan farmasi Gilead, tidak boleh dilihat sebagai satu-satunya alternatif untuk obat virus corona.
Baca juga: Khawatir Bawa Virus Corona, Warga Tolak Kapal dari Halmahera Berlabuh
Selama pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump di Oval Office, Kepala Eksekutif Gilead Daniel O'Day mengatakan, otorisasi FDA menjadi langkah pertama yang penting.
Ia menyampaikan, perusahaanya akan menyumbangkan 1,5 juta botol obat remdesivir.
Sementara itu, Komisaris FDA Stephen Hahn menuturkan, ini merupakan terapi resmi pertama untuk Covid-19.
Baca juga: Terdampak Corona, Pemkab Semarang Gratiskan Biaya Sewa Rusunawa
Dalam uji klinisnya, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) AS menemukan, remdesivir memangkas durasi gejala dari 15 hari menjadi 11 hari.
Percobaan dilakukan dengan melibatkan 1.063 orang di rumah sakit di seluruh dunia.
Beberapa diberi obat dan yang lain diberikan pengobatan plasebo (dummy).
Baca juga: Percaya Karunia Tuhan, Ibu di NTT Ini Tolak Bantuan Sembako Saat Wabah Corona Melanda
Dr Anthony Fauci dari NIAID, menjelaskan bahwa remdesivir berdampak positif dalam mengurangi waktu pemulihan.
Meskipun redemsivir dapat membantu pemulihan dan mungkin menghentikan orang yang harus dirawat pada perawatan intensif, uji coba tersebut tidak memberikan indikasi yang jelas apakah dapat mencegah kematian akibat virus corona.
Baca juga: Mereka yang Kelaparan dan Bangkit di Tengah Wabah Corona...
Seperti kita tahu, AS menjadi negara dengan kasus terinfeksi virus corona terbanyak di seluruh dunia.
Data yang dihimpun worldometers, menunjukkan sebanyak 1.131.492 orang di AS telah terpapar virus SARS-CoV-2., dengan 462 kasus baru. Tingkat kematiannya pun tertinggi dibandingkan negara-negara lain.
Baca juga: Apakah Virus Corona pada Pasien yang Telah Sembuh Benar-benar Hilang?
Virus corona yang pertama kali diidentifikasi di China ini telah menewaskan 65.776 orang dengan 23 kasus kematian baru.
Secara global, virus tersebut telah menginfeksi 3.402.018 orang dengan 239.622 orang di antaranya meninggal dunia.
Adapun jumlah kasus yang dinyatakan sembuh dari virus ini sebanyak 1.083.901 orang.
Baca juga: Gejala Baru Virus Corona, Muncul Ruam pada Kaki Pasien Positif Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.