KOMPAS.com - Sejumlah kasus perlawanan yang dilakukan pengemudi saat penilangan kerap terjadi di Indonesia.
Kasus yang terbaru melibatkan anggota satuan Patroli Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya (PMJ) di jalur Gardu Tol Angke 2, Grogol, Petamburan, Jakarta Barat.
Kedua petugas menilang seorang pengendara yang melakukan pelanggaran karena memarkirkan mobil di bahu jalan tol. Pengemudi tersebut memarkirkan mobilnya untuk menghindari penilangan akibat pemberlakukan aturan ganjil genap.
Saat dilakukan penilangan, pengendara justru mendorong, mencekik dan mengajak petugas untuk berkelahi.
Kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa daerah dalam beberapa bulan terakhir.
Lantas, mengapa fenomena perlawanan pengendara saat penilangan ini kerap terjadi?
Baca juga: Viral Video Pengendara Tidak Terima Ditilang Polisi, Ini Kronologi Peristiwanya
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ada dua kemungkinan mengapa masyarakat melakukan perlawanan saat ditilang.
Pertama, karena adanya tanda anomi dalam masyarakat.
"Dalam teori sosiologi, anomi itu adalah norma-norma yang masih berjalan tetapi oleh masyarakat itu dilihat tidak terlalu tepat," kata Drajat kepada Kompas.com, Senin (10/2/2020).
Drajat mencontohkan kondisi itu seperti ketika traffic light yang seharusnya berfungsi sebagai norma untuk mengatur lalu lintas, justru tak dipatuhi saat perempatan sedang macet total.
Sehingga, aturan lalu lintas itu mengalami anomi karena kondisi yang tidak tepat.
Baca juga: Ada Pengemudi Marah-marah Saat Ditilang, Catat Hal yang Perlu Diketahui soal Tilang
Mengingat banyaknya fenomena perlawanan saat ditilang, Drajat menyarankan agar pihak terkait menulusuri adakah aturan-aturan yang sedang mengalami anomi.
"Oleh karena itu, mesti harus ditelusuri kalau memang banyak kejadian, aturan-aturan apakah yang sedang mengalami anomi antara aturan penilangan itu dengan kondisi perubahan di dalam masyarakat ini," paparnya.
Sebab, lanjutnya, kalau aturan itu tidak bisa mengikuti kondisi perubahan pada masyarakat, maka akan mengalami anomi.
Kedua, menurut Drajat ada kemungkinan bahwa masyarakat mengalami peningkatan baik ekonomi maupun kuasa lebih cepat dari polisi.
Sehingga, relasi kuasa antara polisi dan masyarakat yang ditilang itu berbeda.
"Kalau mereka sudah merasa lebih, itu biasanya berani melawan. Tentu hal itu menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap polisi," kata Drajat.
Untuk menghindari hal-hal demikian, Drajat menyebut agar pihak terkait memaksimalkan tilang melalui CCTV atau tilang elektronik.
Baca juga: Fenomena Berani Lawan Polisi karena Ditilang, Apa Penyebabnya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.