Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Video Seorang Ibu Tampar Siswa SD, PR Memutus Rantai Kekerasan terhadap Anak...

Kompas.com - 30/12/2019, 07:30 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah video seorang ibu yang menampar murid di ssebuah sekolah dasar (SD) di Makassar, viral di media sosial.

Ibu tersebut seorang siswi SD yang telah terduduk di kursi sambil menangis.

Setelah ditelusuri, ternyata ibu tersebut menampar murid perempuan itu karena anaknya dipukul memakai sapu.

Kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi. Padahal, persoalan yang dihadapi bisa diselesaikan tanpa harus kembali melakukan kekerasan.

Psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid W.E.N, mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih cukup tinggi dan menjadi "pekerjaan rumah" bersama.

"Itu PR (pekerjaan rumah) kita bersama sih sebenarnya. Buat para orangtua, buat para guru, supaya ini kan cuma satu peristiwa yang viral ya. Tapi kan kalau kita boleh berkaca dari diri kita sendiri, kita melakukan juga enggak, budaya kekerasan saat mengajari anak kita," kata Astrid, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/12/2019).

Baca juga: Duduk Perkara Seorang Ibu Tampar Siswa SD di Makassar

Astrid menjelaskan, ketika anak diajarkan dalam budaya kekerasan, hal ini juga akan dipahami oleh anak-anak bahwa kekerasan itu sesuatu yang wajar.

"Jadi, itu harus diputus dengan orangtua menyadari bahwa budaya kekerasan itu perlu untuk tidak dijadikan budaya lagi," ujar dia.

Selain itu, pihak sekolah juga mempunyai peran untuk memberikan edukasi kepada orangtua dan murid, serta menjembatani masalah yang ada.

Pihak sekolah dapat memberitahu murid, misalnya, ada peristiwa pemukulan oleh temannya, entah sengaja atau tidak, mereka dapat melaporkan kepada para gurunya.

"Orangtua juga, kalau mendengar keluhan dari anak bahwa ia misalnya dipukul oleh anak orang lain, baik sengaja atau enggak sengaja, tolong beritahu sekolah. Supaya kita selesaikan perkaranya baik-baik," kata Astrid.

Psikologis anak

Astrid mengatakan, setelah terjadi peristiwa kekerasan di sekolah, orangtua atau pihak sekolah harus memeriksa kondisi fisik atau psikologis siswa yang menjadi korban.

"Untuk anak yang dipukul, perlu ada tindakan pemeriksaan. Diperiksa dulu psikologisnya, persepsi dia terhadap kejadian tersebut. Di situ kita cek, apakah ada pola pikir yang ke depannya, pola pikir mana yang bisa perbaiki, atau kita pulihkan," papar Astrid.

"Misalnya dia bilang, iya aku dipukul, aku memang salah. Ya kita bisa bilang, kalau kamu salah, tidak berarti kamu harus dipukul. Ada pengajaran-pengajaran lain untuk memastikan kamu belajar dari pengalaman tersebut, kayak gitu," lanjut dia.

Selain itu, orangtua korban, orangtua pelaku, dan pihak sekolah harus bisa merunut kronologi kejadian.

Baca juga: Viral, Seorang Ibu di Makassar Tampar Siswi SD di Dalam Kelas Saat Pembagian Rapor

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com