Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Ngantuk Saat Beraktivitas, Mungkin Anda Idap Hypersomnia

Kompas.com - 30/10/2019, 13:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengantuk adalah satu hal yang wajar dialami oleh seseorang. Namun, mengantuk menjadi tak lagi wajar jika berlangsung terus-menerus atau berlebihan.

Dalam dunia medis hal ini dikenal sebagai Idiopathic Hypersomnia (IH).

IH menjadi satu kelainan neurologis dengan ciri-ciri rasa ngantuk yang tidak ada habisnya meskipun sudah tidur semalaman.

Penderita bisa merasa mengantuk bahkan tertidur di mana pun mereka berada, namun ketika telah tertidur dan terbangun, mereka tidak merasa lebih segar. Sebaliknya, mereka tetap merasa masih mengantuk.

Gangguan ini membuat siapapun yang menderita IH akan merasa kesulitan untuk bisa berpikir secara jernih dan melakukan tugas dasarnya.

Mengutip Healthline, penderita hypersomnia dapat dideteksi dengan melihat gejala yang terjadi. Misalnya merasa lemas, mudah marah, cemas, tidak selera makan, lamban dalam berpikir dan berbicara, dan susah mengingat.

Dilansir dari Hypersomnia Foundation, IH merupakan kelainan pada sistem saraf yang tidak diketahui penyebabnya.

Baca juga: Sepak Terjang Ananda Badudu, dari Galang Dana Aksi Mahasiswa hingga Dicokok Saat Tidur

Perbaikan pola hidup

Dalam sejumlah kasus, IH disebabkan oleh adanya kelebihan produksi molekul kecil yang mendorong rasa kantuk.

Selain itu bisa juga disebabkan karena kelenjar tiroid yang tidak berfungsi secara optimal.

Mereka yang paling berisiko terkena Hypersomnia adalah orang-orang yang mengalami kelelahan di siang hari, terutama pada kaum laki-laki.

Tidak kalah berisiko, para perokok dan pemabuk atau pengonsumsi obat-obatan yang menimbulkan rasa kantuk juga memiliki potensi yang besar terkena hypersomnia.

Gangguan ini dapat disembuhkan dengan cara memperbaiki pola hidup dan mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Pola hidup misalkan menghindari rokok, alkohol, dan bekerja hingga larut malam.

Cara lain adalah dengan menjaga kualitas tidur yang di malam hari setenang mungkin. Misalnya menggunakan lampu redup atau gelap, mematikan televisi, menjauhkan diri dari ponsel, dan sebagainya.

Sesungguhnya, hypersomnia bukanlah sebuah gangguan yang mengancam keselamatan jiwa, namun siapapun yang mengalaminya akan mendapati kualitas hidupnya terganggu.

 Baca juga: Seberapa Bahaya Tidur di Indekos ala Sleep Box? Ini Kata Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com