KOMPAS.com– Sekitar pertengahan Agustus 2019, seorang remaja berusia 14 tahun bernama Petrik Finto tewas setelah tertabrak kereta api Gajayana 41c relasi Malang-Jakarta di Jembatan Griyan, Pajang, Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/8/2019).
Petrik tewas karena luka parah yang dideritanya.
Sebelum peristiwa terjadi, Petrik bersama tiga temannya duduk-duduk di rel sebelah utara.
Keempat remaja ini kemudian berjalan ke arah barat untuk melakukan foto selfie dan membuat video bersama di atas lintasan kereta api.
Tak lama, melintas KA Gajayana dari arah timur (Stasiun Solo Balapan).
Ketiga temannya bisa menyelamatkan diri, tetapi tidak demikian halnya dengan Petrik.
Tindakan yang dilakukan Petrik dan teman-temannya kerap dilakukan mereka yang ingin berburu momen mengabadikan foto berlatar belakang kereta api yang melintas.
Tanpa disadari, tindakan ini membahayakan keselamatan dirinya sendiri.
PT Kereta Api Indonesia melarang dan mengimbau masyarakat untuk tak melakukan aktivitas di sekitar perlintasan kereta api.
Tak hanya membahayakan, tetapi juga melanggar hukum.
Mengapa dilarang?
Alasan pertama yang paling nyata adalah risiko kecelakaan yang tinggi.
Saat ada serangkaian kereta dengan kecepatan tinggi melintas, tak sedikit yang justru mendekat dan mencoba mendapatkan gambar terbaik di sana.
Kencangnya angin dari kereta yang melaju bisa menghempas dan membahayakan siapa saja yang di sekitarnya.
Risiko lainnya, tersenggol gerbong kereta api.