Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kursi Listrik, tatkala Ajal Menjemput Lebih Cepat

Kompas.com - 18/05/2023, 15:00 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Kursi listrik cuma punya satu tujuan saat diciptakan.

Tujuan itu adalah untuk mengeksekusi mati terpidana yang sudah terbukti melakukan kejahatan.

Petugas mendudukkan terpidana pada sebuah kursi kayu.

Pada bagian tubuh terpidana, dipasang elektroda untuk mengalirkan setrum melalui panel mesin listrik.

Untuk merangsang elektroda bekerja secara cepat mengalirkan istrik ke tubuh terpidana, tubuh terpidana, biasanya mulai dari kepala, dibasahi dengan air garam.

Sebagaimana diketahui dalam hukum fisika dan kimia, air garam adalah penghantar listrik yang baik.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 6 Agustus 1890, Eksekusi Mati Pertama dengan Kursi Listrik

Kursi listrik

Laman Kompas.com edisi 6 Agustus 2019 mencatat sejarah kursi listrik memulai perjalanannya dari Penjara Aubum, New York, AS.

Pada 6 Agustus 1890, terpidana William Kemler menjalani eksekusi mati kali pertama di muka bumi dengan kursi listrik atas fakta kejahatan dirinya membunuh sang istri, Matilda Zieger.

William Kemler dalam catatan pihak pengadil mesti dua kali menjalani eksekusi dengan kekuatan listrik 700 volt selama 17 detik dan 1030 volt selama dua menit.

Pada eksekusi pertama, William Kemler masih menunjukkan gejala-gejala hidup.

Berbekal alasan itulah, yang berwajib menjalankan eksekusi kedua yang berujung kematian William Kemler.

Dokter gigi bernama Albert Southwick pada 1881 adalah pengusul pertama metode kursi listrik untuk eksekusi mati.

Dalam penelitian dan risetnya, Albert Southwick menyebut, eksekusi mati dengan kursi listrik membuat ajal menjemput lebih cepat tanpa mengurangi rasa sakit terpidana.

Di AS, kala itu, eksekusi mati menggunakan cara gantung mati di bagian leher.

Rasa sakit terpidana hingga kematiannya bisa mencapai 30 menit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com