Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rio Reifan Kembali Ditangkap, Kenapa Pencandu Sulit Lepas dari Narkoba?

Kompas.com - 20/04/2021, 20:05 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

KOMPAS.com - Artis Rio Reifan kembali ditangkap di rumahnya di Jalan Otista, Jakarta Timur, pada Senin (19/4/2021) malam. Hal itu dipastikan oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus juga membenarkan bahwa artis peran Rio Reifan ditangkap kembali terkait kasus dugaan penyalahgunaan dan kepemilikan narkoba. Dari penangkapan ini, Satreskoba Polres Jakarta Pusat menyita barang bukti berupa sabu.

Sebelumnya, Rio Reifan pernah ditangkap pada 8 Januari 2015. Kemudian, pada 13 Agustus 2017 dan pada 14 Agustus 2019. Untuk kasus terakhir, ia baru bebas pada Mei 2020. Semuanya karena kepemilikan dan penyalahgunaan sabu.

Baca juga: Membandingkan Ganja dan Sabu yang Menjerat Para Artis

Dilansir Kompas.com (20/7/2019), dokter adiksi sekaligus peneliti obat-obatan terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, Hari Nugroho, mengungkap, ada tiga faktor utama berkaitan dengan pemicu seseorang memakai narkoba sabu.

"Orang menggunakan sabu tentu banyak alasan dan faktornya, baik faktor internal maupun eksternal. Namun, pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga (faktor)," kata Hari saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Faktor pertama orang ingin memakai narkoba seperti sabu dan lainnya adalah untuk bersenang-senang atau memunculkan rasa semangat dalam dirinya.

"Misalnya, (seseorang pakai sabu) supaya kuat melakukan aktivitas sehari-hari dengan penuh semangat tanpa lelah. Ini karena sifat sabu yang stimulan," ujar Hari.

Faktor kedua, untuk mengatasi masalah. Pengguna sabu merasa mampu mengatasi suatu permasalahan dengan lebih baik jika sebelumnya mengonsumsi sabu terlebih dahulu.

"Misal karena kurang percaya diri, cemas, depresi, merasa terlalu gemuk sehingga ingin menurunkan berat badannya supaya tampil prima, atau tidak percaya diri dengan kemampuan melakukan aktivitas seksual, sehingga menggunakan sabu supaya tahan lama dan lain-lain," kata Hari menambahkan.

Faktor terakhir pemicu memakai sabu adalah rasa penasaran dan tekanan lingkungan. Hari mengatakan, hal ini juga menyumbang angka pengguna sabu.

Sementara itu, melansir American Addiction Centers, tak mudah bagi pencandu untuk lepas dari narkoba.

Pasalnya, banyak orang yang pulih dari kecanduan menghadapi risiko tinggi untuk kambuh secara konsisten, karena penggunaan zat kronis dapat mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional tertentu pada otak yang bertahan lama, setelah kesadaran pertama kali diperoleh.

Ini karena narkoba pada akhirnya masuk ke otak melalui aliran darah. Sampai di otak, mereka memengaruhi bagaimana pesan dikirim melalui otak.

Otak adalah pusat komunikasi besar yang menyampaikan pesan bolak-balik untuk mengatur apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan. Pesan-pesan tersebut dikirim melalui bahan kimia di otak yang disebut neurotransmitter.

Narkoba bekerja dengan berbagai cara. Baik itu dengan meningkatkan maupun mengurangi produksi neurotransmitter seperti dopamin (kesenangan), noradrenalin (berkelahi atau lari) dan serotonin (suasana hati); atau memengaruhi berapa banyak dan berapa lama neurotransmitter tetap aktif; atau berikatan dengan reseptor alami untuk meniru dan mengaktifkan jalur neurotransmitter alami.

Baca juga: Tuak untuk Terapi Narkoba, Pakar Adiksi Minta Jangan Asal Klaim

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com