KOMPAS.com - Jatuh cinta merupakan misteri yang luar biasa dan para peneliti telah lama mencoba menguaknya.
Dilansir dari Live Science, berbagai studi telah mengungkapkan bahwa jatuh cinta adalah fase khusus bagi otak kita yang ditandai dengan hal-hal berikut:
Jatuh cinta membuat kita menganggap bahwa orang tersebut spesial dan satu-satunya bagi kita.
Menurut Helen Fisher, seorang pakar antropologi dari Rutgers University, pemikiran ini disebabkan oleh naiknya dopamin pusat di otak ketika jatuh cinta.
Untuk diketahui, dopamin merupakan zat kimia yang terlibat dalam konsentrasi dan fokus.
Baca juga: Di Balik Hari Valentine, Santo Valentinus yang Asli Bukan Pelindung Cinta
Jatuh cinta juga membuat seseorang menjadi buta, hanya melihat sisi positif dari pasangannya dan mengabaikan sisi negatifnya. Orang yang sedang jatuh cinta juga sering kali terngiang-ngiang akan pasangan dan kenangan bersama pasangan.
Hal ini disebabkan oleh naiknya dopamin pusat, serta norepinefrin. Untuk diketahui, norepinefrin diasosiasikan dengan peningkatan ingatan ketika ada stimuli baru.
Jatuh cinta bisa membuat seseorang seperti sedang kecanduan narkoba. Emosinya bisa berubah-ubah secara drastis; dan timbul ketergantungan emosi yang tidak rasional, bahkan setelah ditolak sekali pun.
Kemiripan telah dibuktikan oleh para peneliti di laboratorium. Ketika diperlihatkan foto orang yang dicintai, otak partisipan ditemukan menyala pada bagian-bagian yang sama dengan pecandu yang sedang menggunakan narkoba.
Dalam studi lainnya yang dipublikasikan di Journal of Neurophysiology pada 2010, Fisher dan koleganya mencoba untuk melihat otak partisipan ketika ditunjukan foto orang dicintai yang telah menolak mereka.
Baca juga: Hari Valentine, Ini Alasan Ilmiah Mengapa Manusia Jatuh Cinta
Hasil pencitraan fMRI menunjukkan adanya pengaktifan beberapa area otak, termasuk cingulate gyrus yang berperan penting dalam ketergantungan kokain.
Fisher berkata bahwa orang yang sedang jatuh cinta rata-rata menghabiskan 85 persen waktunya ketika terbangun untuk memikirkan orang yang dicintai.
Perilaku obsesif yang disebut sebagai pola pikir instrusif ini disebabkan oleh menurunnya serotonin pusat, yang berfungsi untuk memberikan rasa nyaman dan senang, di otak.
Fisher dan kolega menemukan bahwa partisipan yang sedang jatuh cinta sering mengaku bahwa perasaan mereka di luar kendali. Temuan ini senada dengan temuan psikolog Dorothy Tennov.
Diterbitkan dalam buku Love and Limerence pada 1979, Tennov yang mewawancarai 400 pria dan wanita di Connecticut menemukan bahwa banyak partisipan merasa tidak bisa apa-apa, dan obsesi mereka tidak rasional dan tidak dapat dikendalikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.