JAKARTA, KOMPAS.com - Founder Jogja Hip Hop Foundation (JHF), Kill The DJ bercerita tentang grup hip hop yang dibentuknya justru saat musik hip hop tak dilirik.
Pria yang juga disapa Juki itu menceritakan bagaimana keinginannya untuk bermusik tanpa ada beban.
Dirangkum dari konten Beginu, YouTube Kompas.com, berikut cerita Kill The DJ.
Kill The DJ berani hadir berbeda dari keinginan pasar musik. Padahal, saat itu industri musik hip hop sedang tak dilirik.
"Saya enggak mau berpikir tentang pasar dan logika industri musik nasional seperti apa," ucapnya.
Baca juga: Bentuk Jogja Hip Hop Foundation, Kill The DJ: Saya Enggak Mau Berpikir tentang Pasar
Muncul dengan hip hop berbahasa Jawa, Kill The DJ sadar betul risiko yang harus dihadapinya saat itu.
"Semua pilihan kan ada risikonya dan keuntungannya masing-masing, jangan berpikir itu hanya risiko saja, pasti ada keuntungannya," ujar Juki.
"Kalau media enggak mau ngeliput saya, saya bikin media sendiri. Kalau pasar tidak ada, saya akan menciptakan pasarku sendiri, gitu," imbuhnya.
Bagi pria asal Klaten, Jawa Tengah itu, menjalani sesuatu jika berdasar jati diri semuanya akan terasa lebih enak.
Pasalnya, tidak ada ekspektasi mencari uang atau menjadi populer. Seperti dia yang merasa musik adalah jati dirinya, sehingga akan ada yang kurang jika dia tidak bermusik.
"Nek wis jati diri penak le nglakoni (kalau sudah jati diri enak menjalaninya)," ucap Juki.
Baca juga: Kill The DJ, Pernah Kalahkan Hanung Bramantyo Jadi Sutradara Terbaik Saat SMA
Seakan visioner, lagu "Kewer-Kewer" misalnya yang sudah dirilis beberapa tahun lalu, seakan menjadi gambaran tentang pemerintahan sekarang.
Hal itu rupanya diperoleh Juki dari kegemarannya membaca buku-buku sejarah dan juga lingkungan. Baginya apa yang terjadi dalam sejarah, bisa kembali terjadi.
"Album 'Kewer Kewer' itu saya mempersiapkan, membaca hal-hal bahwa kedepannya itu pasti akan terjadi gitu," ujarnya.