JAKARTA, KOMPAS.com - Gita Cinta dari SMA (1979) adalah salah satu film paling ikonik dalam karier Rano Karno di industri perfilman Indonesia.
Film itu diangkat dari cerita karya Eddy D Iskandar.
Dalam film itu Rano Karno beradu akting dengan Yessy Gusman. Mereka menjadi pasangan kekasih bernama Galih dan Ratna.
Baca juga: Tanpa Eddy D Iskandar, Pasangan Rano Karno dan Yessy Gusman Mungkin Tak Ada
Baru-baru ini Rano Karno menemui Eddy di Bandung. Simak rangkuman perbincangan mereka.
Rano Karno mengatakan Eddy D Iskandar adalah sosok penting dalam kariernya di dunia film.
"Harus diakui, tanpa beliau, pasangan Rano Karno dan Yessy Gusman itu tidak ada," kata Rano Karno di awal vlognya dikutip dari kanal YouTube Si Rano, Rabu (7/10/2020).
Gara-gara film itu, Rano Karno dan Yessy Gusman dianggap sebagai pasangan idaman di perfilman.
Baca juga: Eddy D Iskandar Cerita Awal Mula Festival Film Bandung, Sempat Dilarang Pemerintah
Eddy D Iskandar dikenal sebagai salah satu penulis novel yang karyanya sering diadaptasi menjadi film populer tahun 1970 sampai 1990-an.
Sekarang Eddy mengaku masih tetap aktif menulis cerita maupun naskah.
"Sekarang di sini aja. Pertama, tetap aja nulis, karena nulis itu kehidupan saya dari dulu. Jadi saya mungkin yang berani hidup dari menulis saja gitu ya," ucap Eddy D Iskandar.
Baca juga: Eddy D Iskandar Jelaskan Alasan Festival Film Bandung Pilih Istilah Nominasi Aktor Terpuji
Selain itu, ia mengurus komunitas Forum Film Bandung dan mengadakan Festival Film Bandung. Eddy mengaku juga mengamati perkembangan film-film setiap tahunnya.
Rano Karno tertarik dengan kisah Eddy yang merupakan salah satu penggagas Festival Film Bandung (FFB).
Sejak dulu Eddy dekat dengan produser film Chand Parwez. Mereka kerap berkumpul dengan seniman dan budayawan di Bandung untuk menonton film yang diproduseri Parwez.
Baca juga: Daftar Film yang Lolos Kurasi Festival Film Indonesia 2020
"Semua film yang akan beredar di bioskop di Bandung diputar dulu di Kharisma (perusahaan Chand Parwez dulu). Kita nonton, diskusi-dsikusi, tukar pikiran tentang film. Akhirnya, kenapa kita tidak bikin aja semacam Festival Film Bandung," cerita Eddy.
Namun, setelah pertama kali digelar tahun 1987, pemerintah saat itu menegur penyelenggaraan FFB.