KOMPAS.com - Kelompok minoritas menjadi sasaran ujaran kebencian selama pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Ujaran kebencian yang beredar di media sosial sebagian besar berupa serangan terhadap identitas, seperti agama, ras, atau identitas politik.
Ada pula hinaan, kata-kata kotor, ancaman, dan ujaran bernada seksual atau vulgar.
"Paling banyak serangan terhadap identitas. Baik identitas etnis, identitas keagamaan, identitas politik," kata Associate Professor Program Manajemen Kebijakan Publik Monash University Indonesia, Ika Idris pada 12 Februari 2024.
Hal tersebut disampaikan saat peluncuran Dashboard Pantauan Ujaran Kebencian yang disiarkan melalui kanal YouTube Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Monash Data dan Democracy Research Hub (MDDRH) dan AJI memantau lebih dari 24.000 teks ujaran kebencian selama periode 1 September 2023 sampai 31 Januari 2024.
Berdasarkan hasil pantauan, terdapat kelompok yang ditargetkan dalam ujaran kebencian, meliputi:
Terlihat ujaran kebencian yang paling banyak beredar pada Pemilu 2024 menyasar kelompok Yahudi atau Israel.
Penyerangan Gaza oleh Israel memicu tingginya angka kebencian terhadap Yahudi di media sosial.
"Di sini kita belum membedakan negara Israel dan Yahudi, tetapi memang kita masukkan ke dalam satu kelompok," kata Ika.
Tools yang ada juga masih belum mampu membedakan serangan untuk negara China atau serangan terhadap masyarakat Tionghoa.
Hasil pemantauan juga menemukan peningkatan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya, karena kedatangan pengungsi di Aceh.
Melihat tren peningkatan ujaran kebencian terhadap Yahudi dan Rohingya, peneliti menambahkan dua kategori pencarian dengan dua subjek tersebut.
Hasilnya, sebanyak 26,9 persen atau 182.118 dari total 678.106 teks mengandung ujaran kebencian.
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay ujaran kebencian yang beredar tidak terlepas dari peserta pemilu.