KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar menyebutkan, Indonesia tidak memiliki gerakan terstruktur dalam meningkatkan kualitas dan standar produksi dalam negeri secara masif.
Hal tersebut disampaikan Muhaimin dalam debat cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC), pada Jumat (22/12/2023) malam.
"Saya sampai hari ini sangat prihatin. Kita tidak ada satu pun yang terus meng-upgrade secara masif kualitas dan sedang semuanya. Kayak dibiarkan tumbuh sendiri-sendiri gitu. Tidak ada satu gerakan yang lebih terstruktur baik dari Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi UMKM, dalam satu gerakan meningkatkan kualitas berstandar internasional," ucap Muhaimin.
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan, saat ini di Indonesia sudah memiliki aturan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI).
Selain itu, terdapat pula aturan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) untuk pengadaan pemerintah dan wajib edar untuk smartphone dan mobil.
"Tujuannya untuk proteksi produk dalam negeri supaya bisa upgrade kapasitas. Namun apakah dievaluasi dampaknya ke peningkatan kualitas? Sepertinya tidak," kata Krisna.
Dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah terus memperkuat kebijakan standardisasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional.
Pemerintah juga telah melakukan penguatan terhadap Badan Standardisasi Nasional (BSN) selaku competence authority dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Regulasi tersebut bertujuan untuk memberikan landasan bagi BSN untuk memperluas cakupan SNI yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak baik kementerian/lembaga, pelaku usaha swasta, dan kesepakatan internasional.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam acara Konsultasi Publik - Kebijakan Nasional Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, 4 Oktober 2022 mengatakan, SNI perlu dipahami sebagai kesepakatan semua pemangku kepentingan.
"Pemahaman ini perlu terus disampaikan agar SNI tidak hanya dinilai sebagai produk BSN, tetapi merupakan kesepakatan semua pemangku kepentingan terkait sehingga tercipta ownership dan dapat dimaksimalkan dalam rangka penguatan pasar dalam negeri dan perlindungan konsumen," ungkap Susiwijono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.