Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
(Bunga dan Tembok - Widji Thukul)
KOMPAS.com - Konsistensi Aksi Kamisan yang pertama kali digelar di depan Istana Merdeka telah menginspirasi gerakan serupa di berbagai daerah.
Berdasarkan catatan Maria Katarina Sumarsih, setidaknya ada 60 kota yang pernah menyelenggarakan Aksi Kamisan sejak aksi pertama pada Kamis 18 Januari 2007.
Sumarsih adalah ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa yang tewas ditembak aparat saat Tragedi Semanggi I, 13 November 1998.
Bersama Suciwati, istri almarhum pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, dan kawan-kawan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Sumarsih menginisiasi Aksi Kamisan.
Enam belas tahun berlalu, aksi yang awalnya diberi nama Aksi Diam itu berkembang menjadi wadah bagi suara-suara rakyat tertindas.
"Ada yang bilang Aksi Kamisan itu enggak ada hasilnya. Tapi kalau buat saya hasilnya luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena yang jelas aksi ini sudah menginspirasi anak-anak muda di berbagai kota," kata Sumarsih, dikutip dari Amnesty Internasional Indonesia.
Baca juga: Keteguhan Sumarsih Menuntut Keadilan...
Di banyak tempat seperti Yogyakarta, Bandung, Samarinda, Makassar, Solo, dan berbagai daerah lainnya, sejumlah anak muda berinisiatif mengadakan Aksi Kamisan.
Setiap Kamis, mereka mengajak teman sebaya dan masyarakat umum untuk berpartisipasi, memperjuangkan hak-hak korban dan melawan impunitas.
Aksi Kamisan pun menjadi wadah menyuarakan berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, mulai dari Tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, hingga Tragedi Kemanusiaan 1965.
Seperti jamur di musim hujan, aksi serupa muncul di berbagai kota, digerakkan oleh anak-anak muda yang peduli dalam menyuarakan isu HAM.
Pegiat Aksi Kamisan sekaligus anggota Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ahmad Sajali menuturkan, tidak ada struktur organisasi formal atau hierarki dalam Aksi Kamisan.
Bahkan, beberapa aksi di daerah terselenggara tanpa inisiatif pegiat Aksi Kamisan di Jakarta.
"Itu terjadi di era pandemi. Bahkan beberapa titik atau kota itu baru mulai menyelenggarakan malah pada saat pandemi," kata Sajali kepada Kompas.com, Rabu (25/1/2023).