KOMPAS.com - Unggahan seorang aktivis anti-aborsi Amerika Serikat (AS) memuat informasi keliru yang mengaitkan penggunaan kontrasepsi dengan peningkatan kasus aborsi.
Disinformasi itu ia sebar melalui akun Instagram pada Kamis (12/1/2023) dan Facebook pada Minggu (8/1/2023).
"Keluarga Berencana selalu mengklaim bahwa program KB mereka dirancang untuk mencegah aborsi. Mereka berpendapat bahwa alat kontrasepsi menurunkan tingkat kehamilan yang tidak diinginkan. Ini bohong. Bohong. Bohong," tulisnya.
Ia menjelaskan bahwa semakin banyak orang menggunakan kontrasepsi, maka semakin banyak kehamilan yang tidak diinginkan. Hal itu menurutnya dapat meningkatkan aborsi.
Sebagai konteks, perbincangan soal aborsi selalu diperdebatkan di AS karena berkaitan dengan pandangan politik kaum konservatif dan liberal.
Lantas, benarkah klaim bahwa kontrasepsi meningkatkan permintaan aborsi?
Seorang kepala praktik klinis, kesetaraan dan kualitas kesehatan, Perguruan Tinggi Dokter Kandungan dan Ginekolog AS, Christopher Zahn membantah narasi yang beredar di media sosial.
Ia mengatakan, tidak ditemukan sumber ilmiah atau bukti kredibel yang mendukung klaimnya.
"Klaim ini salah dan tidak didasarkan pada sains," kata Zahn, dilansir Politifact, Rabu (18/1/2023).
Meski menyertakan sejumlah daftar pustaka, tetapi itu hanyalah opini dan artikel di surat kabar. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai sumber klaimnya.
Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sebagian besar kehamilan yang tidak diinginkan justru terjadi akibat tidak menggunakan kontrasepsi, atau tidak menggunakannya secara konsisten dan benar.
Laman edukasi Brookings mencatat, 90 persen aborsi dilatarbelakangi oleh kehamilan yang tidak diinginkan.
Kendati demikian, hal itu terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah minimnya edukasi dan akses terhadap alat kontrasepsi.
Sehingga, bertolak belakang dengan narasi di media sosial, alat kontrasepsi justru mengurangi angka kehamilan yang tidak diinginkan di AS.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan studi pada 2019 soal kontrasepsi.