KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR pada Selasa (6/12/2022) tidak secara spesifik mengatur ancaman pidana terhadap orientasi seksual sesama jenis.
Satu-satunya pasal yang mengatur pidana perilaku sesama jenis termaktub dalam Pasal 414 tentang Percabulan, yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
Namun, Human Rights Watch (HRW) menilai keberadaan Pasal 411 ayat (1) yang membuat hubungan seks di luar nikah dapat dikenai ancaman pidana turut berdampak pada kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Pasal 411 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Ancaman pidana tersebut baru dapat berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Bagi yang sudah menikah, maka pihak yang berhak mengadukan adalah pasangan mereka, yakni suami atau istri. Sedangkan bagi mereka yang tidak terikat pernikahan, maka yang bisa mengadukan adalah orangtua atau anaknya.
Pasal tersebut tidak secara khusus menyebutkan soal homoseksual, namun perkawinan sesama jenis tidak diakui secara hukum di Indonesia.
Dengan demikian pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi perilaku seksual sesama jenis atau LGBT, sebab ada kemungkinan pengaduan dari keluarga yang tidak menyetujui hubungan tersebut.
HRW menyebutkan, ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bahwa perilaku seks sesama jenis konsensual dilarang oleh undang-undang.
Ancaman dari living law
Ancaman terhadap kelompok LGBT juga datang dari Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa pemerintah akan mengakui living law atau hukum yang hidup di masyarakat.
HRW mengatakan, pasal tersebut dapat diartikan mencakup peraturan hukum adat (hukum pidana adat) dan syariah (hukum Islam) di tingkat lokal.
Menurut HRW, Indonesia memiliki ratusan peraturan daerah yang diilhami syariah dan peraturan lain yang mendiskriminasi perempuan, agama minoritas, dan kelompok LGBT.
Peraturan-peraturan itu seperti jam malam untuk perempuan, khitan perempuan, dan kewajiban memakai jilbab. Banyak dari peraturan itu juga mendiskriminasi kelompok LGBT.
Karena tidak ada daftar resmi “hukum yang hidup” di Indonesia, Pasal 2 KUHP dapat digunakan untuk mengadili berdasarkan peraturan daerah yang dinilai diskriminatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.