KOMPAS.com - Penggunaan gas air mata oleh polisi saat mengendalikan massa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022) malam menjadi sorotan.
Pasalnya, tembakan gas air mata ke arah tribune diduga menjadi salah satu penyebab ratusan orang meninggal.
Kepanikan akibat tembakan gas air mata membuat para suporter berebut keluar stadion hingga berdesak-desakan, saling himpit, terinjak-injak, dan sesak napas.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengeklaim bahwa penembakan gas air mata usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya sudah sesuai prosedur.
Sementara, berdasarkan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19B, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan.
Baca juga: Menilik Regulasi FIFA soal Larangan Penggunaan Gas Air Mata di Stadion
Lantas secara medis, apa dampak yang terjadi pada tubuh seseorang ketika terkena gas air mata?
Direktur RSU PKU Muhammadiyah Prambanan, Dien Kalbu Ady, menjelaskan beberapa gejala yang dialami seseorang ketika terkena gas air mata.
"Orang yang terkena gas air mata biasanya mengalami beberapa gejala pada mata, seperti mata merah, gatal, panas, dan penglihatan kabur," kata Dien, kepada Kompas.com, Senin (3/10/2022).
Selain pada mata, gejala juga dirasakan pada kulit dan sistem pernapasan. Dien menjelaskan, ketika terkena gas air mata kulit akan terasa seperti rasa terbakar, ruam, gatal pada hidung atau bagian kulit tertentu.
Sementara, pada sistem pernapasan, gas air mata dapat membuat seseorang mengalami kesulitan bernapas atau sesak nafas, batuk, mual, hingga muntah.
Efek dari paparan gas air mata biasanya cukup singkat, antara 15–30 menit setelah orang tersebut telah dievakuasi dari sumbernya dan didekontaminasi atau membersihkan diri.
Namun, ada beberapa situasi di mana seseorang dapat mengalami dampak kesehatan jangka panjang setelah terpapar gas air mata dalam kadar yang tinggi.
Baca juga: Efek Gas Air Mata, Apakah Berbahaya? Simak Penjelasan Berikut…
Dien membenarkan bahwa orang yang terkena gas air mata paling banyak berisiko memiliki gejala paling berat.
"Masalah pernapasan seperti bronkhitis kronis, gangguan kesehatan mental, kebutaan, kerusakan otak, hilangnya fungsi anggota tubuh bahkan sampai cacat permanen, gangguan kulit," ucap Dien.
Di ruang terbuka, seseorang dapat lebih leluasa menghindari paparan gas air mata. Namun, beda ceritanya apabila terjadi di ruang tertutup dan semi-tertutup seperti stadion.