KOMPAS.com - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bersiap meluncurkan misi eksplorasi Bulan, Artemis I, dari Kennedy Space Center di Florida, Senin (29/8/2022).
Dilansir dari CNBC, misi Artemis I adalah peluncuran tanpa awak dan menjadi debut roket paling kuat yang pernah dibangun NASA.
NASA telah mencanangkan tiga misi Artemis, dan diharapkan dapat mendaratkan astronot di Bulan pada misi ketiganya pada 2025.
Oleh karena itu, misi Artemis I ini menjadi momen penting untuk menunjukkan bahwa roket dan kapsul luar angkasa mampu memenuhi target yang telah dicanangkan.
NASA telah menghabiskan lebih dari 40 miliar dollar AS untuk program Artemis, dan diperkirakan akan menghabiskan 93 miliar dollar AS hingga rencana pendaratan di Bulan pada 2025 tercapai.
Dilansir dari Space Center Houston, NASA telah banyak belajar dari program Apollo (1961-1975) mengenai pendaratan di Bulan.
Semua pengetahuan yang tak ternilai itu telah dimanfaatkan dengan baik dalam merencanakan kembalinya ke Bulan dengan penerbangan Artemis yang akan datang.
Dengan kata lain, Artemis adalah Apollo dari generasi ini.
Meski demikian, terdapat sejumlah perbedaan penting di antara dua program ruang angkasa tersebut, antara lain:
Satu perbedaan signifikan antara modul komando Orion (nama modul komando Artemis) dan Apollo adalah kapasitas kru mereka.
Modul komando Apollo mampu membawa tiga awak, sedangkan pesawat ruang angkasa Orion yang lebih besar akan membawa total empat astronot Artemis.
Apollo memiliki roket Saturnus V, sedangkan Artemis memiliki Space Launch System (SLS) yang lebih kuat.
SLS akan menghasilkan daya dorong 15 persen lebih banyak daripada Saturn V Apollo, dan akan meluncurkan astronot Artemis dalam misi ke Bulan, Mars, dan seterusnya.
Kapsul ruang angkasa Orion dirancang dan dibangun untuk melakukan perjalanan lebih jauh dari kapsul Apollo, yang menjadikan Bulan sebagai pemberhentian terakhir.
Bulan adalah pemberhentian pertama bagi Orion, yang direncanakan akan melanjutkan perjalanannya hingga ke Mars.