Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kompas.com - 29/04/2024, 16:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai menjadi sorotan publik akhir-akhir ini.

Hal tersebut berawal dari pengakuan seorang warga Bandung, Jawa Barat bernama Radhika Althaf di media sosial TikTok.

Ia mengaku, sepatu seharga Rp 10.301.000 yang dibelinya dari Jerman dikenakan bea masuk sebesar Rp 31.810.343.

Setelah itu, warganet lain bernama Rizal melalui akun media sosial X @/ijalzaid juga mengungkapkan bahwa bantuan alat pembelajaran dari Korea Selatan (Korsel) untuk sebuah sekolah luar biasa (SLB) ditahan oleh Bea Cukai sejak 2022.

Beberapa saat setelahnya, kreator konten bernama Medy Renaldy mengaku, paket berupa mainan dari luar negeri yang diterimanya juga tertahan di Bea Cukai Soekarno-Hatta.

Buntut tiga kasus tersebut, Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani turun tangan dan meminta Bea Cukai meningkatkan pelayanan.

Baca juga: Duduk Perkara Warganet Beli Sepatu Rp 10 Juta, tapi Ditagih Bea Cukai Rp 31 Juta

1. Kasus bea masuk sepatu Rp Rp 31.810.343

Radhika mengatakan, sebelum sepatunya dikenakan bea masuk senilai Rp 31.810.343, ia sudah menerima pemberitahuan melalui email dari DHL untuk melampirkan beberapa dokumen yang dibutuhkan Bea Cukai.

Dokumen yang diminta berupa link pembelian, invoice, bukti transaksi/transfer, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/2/2024), ia menjelaskan bahwa sepatu tersebut dibeli pada Senin (15/4/2024) dengan estimasi kedatangan barang 3-5 hari.

Radhika melakukan pembayaran menggunakan visa debit dan proses pengiriman melalui DHL sebagai perusahaan jasa titipan (PJT).

Pada saat itu, DHL menalangi terlebih dahulu biaya bea masuk sebelum menagih kepada Radhika selaku importir barang.

Radhika kemudian mendapat email dari DHL bahwa bea masuk yang dikenakan atas sepatunya senilai Rp 31.810.343.

Ia mengaku belum menerima satu pun dokumen yang memuat rincian bea masuk saat menerima tagihan tersebut.

"Jelas aku kaget banget dong, akhirnya aku coba telepon call center DHL untuk meminta dokumen yang berisikan biaya secara rinci, karena awalnya mengira ada kesalahan input dari pihak DHL, barangkali tertukar dengan barang yang lain," ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan, masalah yang dihadapi oleh Radhika adalah PJT melakukan kesalahan input harga.

"Dalam dua kasus ini, ditemukan indikasi bahwa harga yang diberitahukan oleh perusahaan jasa titipan (PJT) lebih rendah dari yang sebenarnya (under invoicing)," uja Sri Mulyani dikutip dari Kompas.com, Minggu (28/4/2024).

Ia menegaskan bahwa masalah yang dialami Radhika sudah selesai setelah Bea Cukai melakukan koreksi.

Sepatu yang sempat dikenakan bea masuk senilai Rp 31.810.343 juga sudah diterima oleh Radhika setelah dilakukan pembayaran pajak dan bea masuk.

Baca juga: Benarkah Surat Jalan KBRI Bisa Bikin Bawaan Lolos Cek Bea Cukai?

2. Alat SLB ditahan Bea Cukai

Kasus lain yang membuat Bea Cukai menjadi perhatian publik adalah penahanan bantuan alat belajar SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.

Batuan tersebut merupakan hibah dari Ohfa Tech, Korsel berupa keyboard sebanyak 20 buah untuk alat belajar siswa yang tunanetra.

Sri Mulyani menjelaskan, bantuan tersebut ditahan Bea Cukai karena SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tidak melanjutkan proses pengeluaran barang.

Bea Cukai kemudian menentukan barang tersebut sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD).

"Karena proses pengurusan tidak dilanjutkan oleh yang bersangkutan tanpa keterangan apapun, maka barang tersebut ditetapkan sebagai BTD," kata Sri Mulyani dikutip dari Kompas.com, Minggu (28/4/2024).

Setelah kabar bantuan alat belajar untuk SLB ditahan Bea Cukai beredar di media sosial, Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo menyampaikan bahwa pihaknya tengah memproses pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor untuk barang hibah tersebut.

Baca juga: Penjelasan Bea Cukai soal iPad Baim Wong yang Dijual Rp 1 Juta, Barang Bekas dari Dalam Negeri

3. Mainan ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani juga buka suara soal pengakuan kreator konten Medy yang mengatakan, mainannya yang merupakan hadiah tertahan di Bea Cukai.

Ia menyampaikan, mainan tersebut dikirimkan oleh perusahaan Robosen untuk keperluan review produk pada 15 April 2024.

Mainan itu seharusnya diterima oleh Medy pada 25 April 2024, namun Bea CUKAI menahan barang ini dengan keterangan "Permintaan Dokumen oleh Pejabat Bea Cukai: lampirkan bukti bayar dan invoice pembelian 1.699 dollar AS.

Menurut Sri Mulyani, masalah yang dialami oleh Medy mirip dengan kasus yang dirasakan Radhika.

Ia menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh indikasi harga yang diberitahukan oleh PJT lebih rendah dari yang sebenarnya.

"Oleh sebab itu, petugas BC mengoreksi untuk keperluan penghitungan bea masuk dan pajaknya," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Minggu.

Kendati demikian, Sri Mulyani mengatakan bahwa masalah tersebut sudah selesai karena pembayaran atas bea masuk dan pajak sudah dilakukan.

"Barangnya pun sudah diterima oleh penerima barang," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Penjelasan Bea Cukai dan BPOM soal Pemusnahan 1 Ton Milk Bun Asal Thailand

(Sumber: Kompas.com/Isna Rifka Sri Rahayu, Yefta hristopherus Asia Sanjaya | Editor: Aprillia Ika, Ahmad Naufal Dzulfaroh).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Dulu Berseberangan, Apa yang Membuat PDI-P Kini Melirik Anies Baswedan?

Dulu Berseberangan, Apa yang Membuat PDI-P Kini Melirik Anies Baswedan?

Tren
Head to Head Indonesia Vs Filipina, Garuda di Atas Angin

Head to Head Indonesia Vs Filipina, Garuda di Atas Angin

Tren
Kapolda Ahmad Luthfi Segera jadi Irjen Kemendag, Bagaimana Nasibnya di Pilgub Jateng 2024?

Kapolda Ahmad Luthfi Segera jadi Irjen Kemendag, Bagaimana Nasibnya di Pilgub Jateng 2024?

Tren
Pesawat Austrian Airlines Terjang Badai Es, Bagian Depan sampai Berlubang Besar

Pesawat Austrian Airlines Terjang Badai Es, Bagian Depan sampai Berlubang Besar

Tren
Cara Daftar PPDB Online Jakarta 2024, Pilih Sekolah di ppdb.jakarta.go.id

Cara Daftar PPDB Online Jakarta 2024, Pilih Sekolah di ppdb.jakarta.go.id

Tren
Menteri Kabinet Perang Israel Benny Gantz Mundur, Konflik Berpotensi Semakin Memanas

Menteri Kabinet Perang Israel Benny Gantz Mundur, Konflik Berpotensi Semakin Memanas

Tren
Jadwal Indonesia Vs Filipina 11 Juni 2024, Pukul Berapa?

Jadwal Indonesia Vs Filipina 11 Juni 2024, Pukul Berapa?

Tren
Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Bahlil: Tidak Bisa Kami Paksa

Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Bahlil: Tidak Bisa Kami Paksa

Tren
9 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium, Salah Satunya Mudah Cemas

9 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium, Salah Satunya Mudah Cemas

Tren
Benarkah Tidak Sarapan Bikin Tubuh Gemuk? Ini Menurut Riset dan Ahli

Benarkah Tidak Sarapan Bikin Tubuh Gemuk? Ini Menurut Riset dan Ahli

Tren
Jenis Ikan yang Perlu Dibatasi Penderita Batu Ginjal, Apa Saja?

Jenis Ikan yang Perlu Dibatasi Penderita Batu Ginjal, Apa Saja?

Tren
Peran Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil di Pati: Pertama Pukul Korban, Diikuti Warga Lain

Peran Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil di Pati: Pertama Pukul Korban, Diikuti Warga Lain

Tren
5 Fakta Polwan Bakar Suami di Mojokerto gara-gara Gaji Ke-13, Berawal dari Judi 'Online'

5 Fakta Polwan Bakar Suami di Mojokerto gara-gara Gaji Ke-13, Berawal dari Judi "Online"

Tren
Bukan Tempat Bersandar, Ini Nama dan Fungsi Tiang Kecil di Trotoar

Bukan Tempat Bersandar, Ini Nama dan Fungsi Tiang Kecil di Trotoar

Tren
BPK Temukan Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Senilai Rp 39,26 Miliar, Ini Rinciannya

BPK Temukan Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Senilai Rp 39,26 Miliar, Ini Rinciannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com