Salah satu pendiri HereAfter AI, James Vlahos mengakui banyak orang yang tidak menyukai kematian dan kehilangan.
“Mungkin sulit untuk menjualnya (aplikasi) karena orang-orang terpaksa menghadapi kenyataan yang tidak ingin mereka hadapi," ujar dia.
Terkait masalah etika menyebarkan informasi orang yang sudah meninggal, peneliti teknologi dari Oxford Alex Connock menyatakan itu tidak menjadi masalah.
“Seperti semua etika dalam AI, hal ini bergantung pada izin. Jika Anda melakukannya dengan sadar dan sukarela, saya pikir sebagian besar masalah etika dapat diatasi dengan cukup mudah," kata dia.
Baca juga: Fokus pada Pengembangan Sistem AI, Apa Itu Google DeepMind?
HereAfter bukanlah satu-satunya aplikasi berbasis AI yang bisa merekam dan menyampaikan kisah hidup orang yang sudah meninggal melalui video interaktif.
Meski begitu, aplikasi-aplikasi ini memiliki cara kerja yang kurang lebih mirip.
Dikutip dari Deepgram, orang yang menggunakan HereAfter dapat merekam dirinya saat menceritakan pengalaman hidup, hubungan, kepribadian, masa kecil, karier, dan hal lainnya.
Orang tersebut juga dapat mengunggah foto yang sesuai dengan cerita yang direkam. Hal ini memungkinkannya menjelaskan kejadian yang dialami lewat foto.
Data yang tersimpan di aplikasi lalu diolah menjadi konten virtual. Orang lain lalu dapat mengajukan pertanyaan dan dijawab berdasarkan informasi yang direkam sebelumnya.
Aplikasi AI ini bisa digunakan untuk melestarikan kenangan dan suara dari kakek dan nenek, orang tua, dan orang-orang yang sakit atau hampir meninggal dunia.
Orang yang masih hidup dan ingin mengenang sejarah keluarganya juga bisa menggunakan aplikasi ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.