Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Antara Pemasaran Politik dan Produk

Kompas.com - 05/12/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

BALIHO-baliho dengan wajah tersenyum penuh makna memenuhi tempat-tempat strategis di berbagai penjuru kota.

Dipasang seadanya tanpa mempertimbangkan segi estetika. Beradu satu sama lain seolah ingin mendapat perhatian lebih dari orang yang berlalu-lalang.

Belum lagi poster-poster yang ditempel begitu saja di tembok-tembok kosong. Tidak menyisakan sedikit pun ruang hingga tidak kelihatan lagi warna dinding aslinya. Tumpang tindih, tidak elok dipandang mata.

Wajah-wajah dalam baliho dan poster itu adalah para caleg dan capres-cawapres yang sedang berkampanye jelang Pemilu 2024.

Berkompetisi memperebutkan suara dari para pemilih. Berharap bahwa suara yang akan diraup akan menghantarkannya menjadi wakil rakyat atau pemimpin berikutnya.

Para politisi barangkali memandang para pemilih adalah “konsumen” yang harus mereka rebut hatinya. Menawarkan harapan indah dan segenap perubahan yang dijanjikan jika mereka terpilih.

Tidak jarang pula politisi yang menawarkan “kontrak”. Menandatangani perjanjian mengenai apa saja yang akan mereka penuhi jika terpilih. Semua berkesan transaksional.

Sejumlah peneliti mengungkapkan ketidaksetujuan pandangan bahwa konsumen sama dengan pemilih. Lock dan Harris (1996) membuat daftar perbedaan utama antara pemasaran politik dan pemasaran produk atau jasa.

Pertama, pemilih menentukan pilihannya pada hari yang sama, yaitu pada hari pemilihan umum yang di Indonesia akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024.

Sedangkan konsumen produk, tidak. Mereka bisa menentukan kapan saja waktu akan bertransaksi.

Kedua, tidak ada harga yang secara langsung atau tidak langsung melekat pada hari pemungutan suara, yang membedakannya dengan melakukan pembelian produk biasa. Mungkin hanya “risiko” dengan memilih atau tidak memilih kandidat tertentu.

Ketiga, seorang pemilih harus hidup dengan pilihan kolektifnya, walau itu mungkin bukan pilihannya sendiri.

Konsumen produk sering kali dapat memperoleh pengembalian dana atas pembelian mereka, sebagai konsekuensi jaminan atas ketidaksesuaian yang terjadi.

Keempat, partai politik atau kandidat adalah produk yang kompleks dan tidak berwujud yang tidak dapat diuraikan oleh para pemilih.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com