"Jadi, secara berkala saluran napasnya penderita tersumbat, jadi dia tercekik. Tidak bisa napas, dan dia akan terbangun tanpa terjaga, namanya microarousals," jelas Andreas.
Jika sepanjang malam mengalami microarousals, kualitas tidur seseorang akan memburuk dan terpotong-potong, sehingga terjadilah hipersomnia.
Baca juga: Sering Alami Sakit Leher Saat Bangun Tidur? Ini Cara Mengatasinya
Andreas menerangkan, para pakar menyepakati orang dewasa membutuhkan tidur sekitar 7-9 jam setiap malam.
Artinya, jika seseorang telah tidur dengan durasi minimal 7 jam per malam tetapi masih mengantuk, maka masuk kategori hipersomnia.
Kendati demikian, Andreas mengingatkan, remaja dan dewasa muda dengan rentang usia di bawah 20 tahunan membutuhkan durasi tidur lebih panjang, minimal sekitar 8,5 jam.
"Kalau ada yang hipersomnia, saran saya, sebelum berpikir jauh-jauh, coba refleksikan dulu tidurnya sudah cukup belum, teratur belum," ujarnya.
Baca juga: Gejala Stroke di Pagi Hari, Muncul Saat Bangun Tidur
Dengan memperbaiki durasi tidur, menurutnya, kondisi hipersomnia akan cenderung membaik, sehingga tak perlu berkonsultasi ke dokter.
Namun, jika jam tidur telah sesuai dengan porsi usia masing-masing, serta diikuti gejala lain seperti mendengkur, maka perlu memeriksakan diri untuk mengetahui penyakit penyebabnya.
"Harus diperiksakan ke dokter kalau ada mendengkur, ada gerakan kaki, sering ketindihan (sleep paralysis), itu tanda tanda penyakit tidurnya," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.