Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Teror Pinjol AdaKami Diduga Sebabkan Peminjam Bunuh Diri

Kompas.com - 23/09/2023, 13:30 WIB
Alinda Hardiantoro,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, pinjaman online (pinjol) AdaKami tengah menjadi perhatian publik setelah beredar informasi di media sosial soal teror penagihan yang disebut menyebabkan salah satu peminjamnya bunuh diri.

Informasi itu tersiar di X (dulu Twitter) pada Minggu (17/7/2023).

"Aku mau cerita tentang korban kebrutalan terror DC pinjol legal AdaKami yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri ya," tulis @rakyatvspinjol.

Hingga Sabtu (23/9/2023, unggahan tersebut telah menuai 722 komentar, dibagikan 5.330 kali, dan disukai 11.900 warganet.

Kronologi kejadian dugaan bunuh diri

Kompas.com menghubungi pengunggah pertama dan telah mendapat izin untuk mengutip postingan tersebut, Selasa (26/6/2023).

Namun, pengunggah tidak bersedia mengungkap identitas korban.

"Pada saat saya izin up cerita ini, saya sudah berjanji kepada sepupunya korban untuk betul-betul sensor dan tidak share siapa korban dan keluarganya. Karena mereka ingin menjaga nama baik almarhum dan menutup aibnya," tuturnya.

Diungkapkan dalam postingan yang dibuat pengunggah, korban bunuh diri pada Mei 2023.

Keluarga memilih bungkam terkait kejadian itu lantaran bermaksud menutupi aib keluarganya.

Korban merupakan seorang laki-laki beristri dan memiliki seorang anak berusia 3 tahun. Korban disebut meminjam uang senilai Rp 9,4 juta kepada pinjaman online AdaKami.

AdaKami merupakan salah satu platform Peer to Peer (P2P) Lending yang menyediakan jasa pinjaman dan memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

AdaKami juga masuk dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), organisasi yang mewadahi pelaku usaha Fintech P2P Lending.

Dari pinjaman sebesar Rp 9,4 juta tersebut, nominal yang harus dikembalikan korban hampir dua kali lipat lebih tinggi, yakni sekitar Rp 18 juta.

Lantaran mengalami kendala pembayaran, korban beberapa kali mendapat teror penagihan. Mulai dari telepon ke nomor pribadi hingga ke tempat kerja korban.

Korban yang merupakan pegawai honorer di salah satu kantor pemerintahan itu, bahkan akhirnya dipecat.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com