Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awan Garis-garis di Langit Disebut Penyebab Penyakit Ternyata Fenomena "Contrails", Apa Itu?

Kompas.com - 07/09/2023, 14:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

Proses terjadinya fenomena contrails

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Miming Saepudin mengatakan, contrails muncul ketika uap air dari gas buang pesawat mengalami kondensasi.

"Biasanya pola awan tersebut terbentuk di belakang pesawat terbang yang melintas pada ketinggian tersebut," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (7/9/2023).

Miming menjelaskan, pesawat yang terbang di ketinggian akan berada di kondisi dengan suhu udara jauh lebih dingin dibandingkan suhu permukaan Bumi, bahkan mencapai kurang dari 0 derajat celsius.

Sementara itu, pesawat akan membakar bahan bakar yang menghasilkan gas buang berupa air uap, karbon dioksida, dan jenis gas lainnya.

Ketika gas buang dari pesawat memasuki udara dingin ini, air uap dalam gas buang tersebut akan mengalami proses pendinginan secara cepat.

Air uap yang terkandung dalam gas buang pesawat mengalami kondensasi atau perubahan dari bentuk gas menjadi air.

"Berubah dari fase gas menjadi tetes air kecil atau kristal es dengan bantuan nukleasi atau inti kondensasi yang ada di atmosfer pada ketinggian tersebut," lanjutnya.

Menurut dia, kumpulan tetes air dan kristal es tersebut akan terlihat sebagai awan yang membentuk jejak putih di belakang pesawat.

Baca juga: Viral, Video Penampakan Awan di Australia Disebut Mirip Obscurus Fantastic Beasts, Awan Apa Itu?

Tidak berbahaya

Terpisah, Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB), Tatacipta Dirgantara memastikan awan atau jejak pesawat tersebut tidak berbahaya.

"Itu ada udara dan uap panas dari mesin pesawat, bercampur dengan udara dingin sehingga terbentuk jejak awan hasil kondensasi," ujar dia kepada Kompas.com, Kamis (7/9/2023).

Tata menyebutkan bahwa fenonema contrails terjadi tergantung kondisi cuacanya, temperatur, dan kelembaban udara di suatu wilayah.

"Itu tidak berbahaya dan tidak lama kemudian juga biasanya jadi uap lagi," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com