Di sisi lain, Ratna menjelaskan bahwa jatuh cinta memicu otak memproduksi hormon dopamin dalam jumlah banyak. Kondisi ini menyebabkan ia akan merasa terlalu gembira.
"Dopamin berlebihan membuat dia jadi berpikir tidak rasional. Makanya orang sering bilang jangan buat keputusan saat sedang jatuh cinta biar keputusannya rasional," jelasnya.
Menurut Ratna, perasaan cinta juga dapat menyebabkan erotomania atau gangguan yang menyebabkan seseorang percaya ada orang yang mencintai bahkan ditakdirkan bersama dengannya.
Perilaku erotomania lebih parah dari obsesi. Pelakunya bahkan bisa berpikir untuk mati demi bisa bersama dengan orang yang ia cintai.
"Persoalan asmara berakhir dengan pembunuhan, bunuh diri juga," lanjut dia.
Baca juga: Benarkah Hobi Rebahan, Malas Mandi, dan Susah Tidur adalah Ciri Gangguan Jiwa Tahap Awal?
Selain itu, Ratna menyatakan percintaan dapat mengubah karakter dan kepribadian seseorang. Perubahan ini lama-lama memicu gangguan kepribadian berupa gangguan kepribadian ambang.
"Gangguan kepribadian ambang ini mengakibatkan seseorang sangat bergantung dengan orang lain. Kalau putus cinta dan ditinggalkan, mereka akan sulit mengelola emosinya," katanya.
Contoh gangguan ini seperti orang yang merasa dirinya tidak berguna, dunia seolah-olah runtuh, bahkan sampai merasa lebih baik mati hanya karena ditinggal pasangannya.
Agar percintaan tidak menjadi gangguan kejiwaan, Ratna menyarankan orang-orang supaya memiliki perasaan dan bertindak sewajarnya. Jangan sampai perasaan sedih membunuh diri seseorang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.