Sejak masuknya tulisan ke dalam alam Melayu, pengembangan tradisi tertulis maupun tradisi lisa tidak terlepas satu dari yang lain, bahkan tidak juga hanya hidup berdampingan secara sejajar.
Pada satu pihak, kemampuan menulis menyebabkan tersingkirnya bidang-bidang luas yang sebelumnya menjadi milik tradisi lisan dan mengubah hampir seluruh tradisi lisan yang masih bertahan.
Pada pihak lain, kebiasaan-kebiasaan lisan bertahan teguh dalam komposisi tertulis sepanjang zaman kebudayaan naskah tulisan tangan, bahkan dalam zaman percetakan dan keberaksaran umum yang terdapat sekarang ini, masih banyak bidang dalam masyarakat berbahasa Melayu yang memperlihatkan orientasi lisan yang kuat. (Hal. 87).
Itulah beberapa bukti sejarah tradisi literasi di Indonesia yang diakhiri dengan pendapat dari Amin Sweeney yang sekali lagi menjelaskan bahwa budaya nenek moyang kita adalah budaya lisan tidaklah mutlak kebenarannya.
Mungkin yang terjadi pada waktu itu adalah belum adanya demokratisasi informasi terutama informasi tertulis. Informasi hanya ada di lingkungan elite politik.
Hal ini terjadi untuk mencegah multitafsir terhadap informasi sehingga akan menimbulkan instabilitas di masyarakat. Akan tetapi juga bisa diartikan bahwa hal tersebut terjadi atas dasar skenario elite politik untuk melanggengkan kekuasaannya.
Lemahnya budaya baca bukanlah kutukan atau warisan dari leluhur, akan tetapi mismanajemen para pemimpin dan pengelola negara yang terkesan kurang serius.
Hal ini tergambar dari upaya-upaya lembaga teknis terkait yang sampai hari ini belum menemukan solusi yang inovatif, baru sekadar euporia dan seremonial, bahkan hanya menjadi lahan proyek para pejabat dan politisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.