Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Silicon Valley Bank AS Bangkrut, Naiknya Suku Bunga dan Nilai Saham yang Anjlok

Kompas.com - 14/03/2023, 18:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Silicon Valley Bank (SVB) salah satu bank terbesar di Amerika Serikat, resmi ditutup oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pada Jumat (10/3/2023).

Dikutip dari CNBC, penutupan Silicon Valley Bank menjadi kegagalan perbankan AS terbesar sejak krisis keuangan 2008.

Silicon Valley Bank, sebelumnya dikenal sebagai bank yang membangun bisnisnya untuk mendukung startup teknologi.

Baca juga: Mengenal Silicon Valley Bank, Banknya Para Startup yang Baru Saja Kolaps

Dikutip dari laman resminya, SVB telah berdiri sejak tahun 1983, dan hingga tahun 2003 lalu perusahaan ini telah mendukung lebih dari 30.000 perusahaan rintisan atau startup. 

Sebelum ditutup, pada Rabu (8/3/2023) malam, para investor dibuat terkejut dengan adanya informasi bahwa perusahaan perlu mengumpulkan dana 2,25 miliar dollar AS atau sekitar Rp 34,6 triliun untuk menopang neraca keuangannya.

Namun dalam 48 jam kemudian, keruntuhan bank terjadi dengan cepat hingga akhirnya ditutup oleh regulator.

Lantas, apa penyebab dari ditutupnya Silicon Valley Bank?

Penyebab Silicon Valley Bank tutup

Terdapat sejumlah sebab mengapa Silicon Valley Bank ditutup, berikut ini beberapa penyebabnya:

1. Naiknya suku bunga Bank Sentral AS

Dikutip dari Reuters, Federal Reserve yang merupakan Bank Sentral AS, mulai menaikkan suku bunga sebagai upaya untuk menghadapi inflasi yang tengah terjadi.

Kenaikan suku bunga tersebut dinilai yang paling agresif dalam empat dekade terakhir.

Kenaikan suku bunga, membuat investor khawatir akan investasinya pada para startup, hal inilah yang kemudian mempengaruhi kondisi keuangan startup yang merupakan klien utama Silicon Valley Bank.

2. Klien menarik uangnya

Suku bunga yang tinggi pada akhirnya akan memukul banyak startup teknologi dengan mengurangi nilai saham, dan kesulitan untuk mengumpulkan uang.

Hal inilah yang kemudian mendorong banyak perusahaan teknologi kemudian memutuskan berbondong-bondong menarik simpanannya di SVB untuk mendanai kegiatan mereka.

Banyaknya penarikan dana dari para klien ini membuat bank kebingungan hingga mencari cara agar bisa memenuhi penarikan yang dilakukan para klien.

Sebab, dikutip dari CBC, bank membeli obligasi bernilai miliaran dollar AS selama beberapa tahun terakhir, menggunakan simpanan pelanggan. Hal ini sebetulnya hal biasa seperti dilakukan bank-bank pada umumnya.

Namun nilai investasi tersebut turun karena bank membayar tingkat bunga yang lebih rendah daripada yang akan dibayarkan oleh obligasi saat suku bunga naik.

Apalagi pelanggan menarik uangnya dalam jumlah yang tidak sedikit, sehingga mau tak mau membuat bank terpaksa menjual rugi asetnya untuk bisa segera memenuhi penarikan dana pelanggan.

3. Nilai saham Silicon Valley Bank anjlok

Bank telah berusaha untuk memenuhi modal tambahan melalui investor luar, namun sayangnya bank tak bisa menemukannya.

Pada hari Kamis, SVB mengumumkan akan menjual 2,25 miliar saham biasa dan saham preferen konversi guna menambah pendanaan.

Namun nilai saham pada Kamis (9/3/2023) turun 60 persen karena adanya kekhawatiran dari para investor.

Sehari kemudian SVB mencoba mencari pendanaan alternatif dengan menjual perusahaan.

Namun Regulator AS pada akhirnya mengumumkan penutupan dan harus menyita aset dari Silicon Valley Bank guna melindungi aset dan simpanan yang tersisa di bank.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Turun Lebih dari 2 Persen Tertekan Kasus Silicon Valley Bank

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com