Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Dilema Kecerdasan Buatan di Ruang Perguruan Tinggi: Pemimpin Harus Bagaimana?

Kompas.com - 11/02/2023, 07:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini, dunia digegerkan dengan kehadiran ChatGPT, program AI yang dapat menjawab pertanyaan dengan akurasi yang menakjubkan. ChatGPT langsung mendapatkan perhatian luas dan pengguna yang masif.

Bahkan, CEO Google, Sundar Pichai, kebingungan melawan pengaruh ChatGPT, yang membuat Larry Page dan Sergey Brin harus turun gunung membantu Sundar Pichai.

Pengaplikasian ChatGPT bisa di banyak bidang, namun yang menarik perhatian saya adalah aplikasinya di dunia perguruan tinggi.

Sudah ada beberapa penggunaannya di berbagai perguruan tinggi. Misalnya, ada mahasiswa/i menggunakan ChatGPT untuk mengerjakan esai.

Selain mengerjakan esai, ada juga mahasiswa magister yang menulis tesis dengan menggunakan ChatGPT.

Apakah mengancam?

Dua kejadian tersebut menunjukkan kapabilitas ChatGPT untuk menjawab pertanyaan apapun. Sebenarnya, tidak hanya ChatGPT saja yang dapat membantu aktivitas. Ada banyak tools AI yang mampu membantu kegiatan manusia.

Ada Compose AI yang membuat kita bisa menulis kalimat email. Kita hanya tinggal mengetikkan kata kuncinya saja.

Lalu, ada Quillbot dan Grammarly, aplikasi berbasis AI yang dapat mengecek cara penulisan bahasa Inggris dan menyusun ulang kalimatnya.

Ada Steve AI dan Synthesia yang memungkinkan kita membuat video. Bedanya, Synthesia bisa membuat presentasi beserta avatarnya untuk mempresentasikan video.

Answer the Public membuat kita semakin mudah melakukan riset konten. Jasper dan Frase merupakan aplikasi yang membuat kita bisa membuat naskah.

Soundful memudahkan siapapun membuat musik dengan mengoptimalkan data dan fitur dari Soundful. Dall.E 2 dapat mengubah teks menjadi gambar.

Kemudian dengan Cookup.AI, kita bisa membuat judul blog, lagu, hingga lawakan hanya dengan mengetikkan tema.

Lalu, SlidesAI memungkinkan kecerdasan buatan membuat presentasi berdasarkan konten yang sudah kita buat.

Lalu ada aplikasi AI berbasis website, Instoried dan Predis.ai yang semakin membantu kita membuat konten.

Kemudian ada Trypencil, web-based AI yang merangkai kalimat ciamik untuk iklan digital kita. Selain itu, ada Nuclia yang memudahkan kita mencari informasi hanya dengan mengetikkan kata kunci.

Semua aplikasi tersebut dapat memudahkan kita dalam berbagai kegiatan. Namun, di antara banyaknya tools AI, yang saat ini menyita perhatian dunia pendidikan tinggi adalah ChatGPT.

Dengan kapabilitas yang sudah kita lihat bersama, jajaran pemimpin di dunia pendidikan tinggi melakukan diskusi yang intensif bagaimana menangani masifnya penggunaan GPT untuk kebutuhan dunia akademis.

Sikap para petinggi pendidikan tinggi terbagi menjadi dua. Beberapa sekolah publik di berbagai negara melarang penggunaan ChatGPT. Salah satunya adalah Sciences Po.

Mengutip LiveMint, jajaran pemimpin Sciences Po beralasan bahwa, “Without transparent referencing, students are forbidden to use the software for the production of any written work or presentations, except for specific course purposes, with the supervision of a course leader.”

Selain Sciences Po, salah satu universitas di Bengaluru, India, Universitas RV, juga melarang penggunaan ChatGPT. Alasannya adalah untuk menghindari plagiarisme yang dilakukan oleh mahasiswa/i.

Selain itu, Sanjay Chitnis, Dekan Ilmu Komputer dan Engineering menghimbau mahasiswa/i agar mengumpulkan tugas orisinil hasil pemikirannya tanpa bantuan alat.

Larangan yang dilakukan Sciences Po dan Universitas RV sebenarnya masuk akal. Perguruan tinggi merupakan produsen ilmu pengetahuan.

Untuk menulis esai, skripsi, tesis, maupun disertasi membutuhkan banyak referensi yang valid dan telah teruji.

Ada metode atau kaidah ilmiah yang harus diikuti untuk memproduksi pengetahuan. ChatGPT melompati proses ilmiah yang mendalam dengan menyediakan jalan pintas bagi mahasiswa/i untuk mengerjakan tugasnya.

Selain itu, penggunaan ChatGPT seakan mendegradasi peran dunia pendidikan tinggi yang berjuang keras untuk menanamkan sikap berpikir kritis dan pendekatan ilmiah. Alasan itulah yang membuat universitas melarang ChatGPT.

Jika tidak dihentikan, maka ChatGPT akan membuat mahasiswa/i tidak lagi berusaha untuk melakukan kajian tulisan dengan metode ilmiah yang berlaku.

Nick Weising, peneliti utama dari Cornell Intellectual Property and Ethics Club’s mengatakan bahwa penggunaan ChatGPT yang berlebihan akan menyulitkan mahasiswa/i untuk mendapatkan kemampuan dasar.

Profesor Kim Weeden dari Universitas Cornell menambahkan, ChatGPT dapat menyebarkan misinformasi.

Mengutip dari Cornellsun, dia berpendapat bahwa, “AI technologies are in some sense laundering misinformation and biased information. They grab bits of existing content, feed it through an opaque probability model and then spit out ‘new’ content stripped of information about its sources.”

Namun begitu, ada pihak yang tetap menerima ChatGPT dengan prinsip kehati-hatian. Salah satunya adalah Universitas Princeton.

Pihak universitas lebih menyerahkannya kepada dosen untuk memutuskan penggunaan ChatGPT. Universitas Princeton beralasan bahwa ChatGPT dapat digunakan sebagai salah satu opsi alat pembelajaran bagi banyak mahasiswa/i.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Tema Met Gala dari Masa ke Masa, 'Sleeping Beauties: Reawakening Fashion' Jadi Tajuk 2024

Tema Met Gala dari Masa ke Masa, "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" Jadi Tajuk 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com