Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

"Scientist Leadership", Kepemimpinan Solutif Berbasis Ilmu Pengetahuan

Kompas.com - 15/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kemudian ada Randall Hartolaksono yang menemukan bahan anti api dan panas dari kulit singkong. Penemuannya ini digunakan perusahaan besar seperti Petronas dan Ford. Lalu, ada Profesor Adi Utarini dari UGM. Profesor Adi Utarini memimpin percobaan dari sebuah teknologi yang membantu memberantas penyakit demam berdarah. Penelitiannya telah berkontribusi mengurangi penyakit demam berdarah sebesar 77 persen di beberapa kota besar, yang membuatnya masuk ke daftar 10 orang yang membantu membentuk sains tahun 2020 versi majalah Nature.

Dari kancah global, ada Jennifer Doudna dan Emmanuelle Charpentier yang memelopori teknologi penyuntingan gen bernama CRISPR. Banyak yang berharap teknologi ini dapat mengubah gen manusia untuk mencegah penyakit. Atas penemuannya, dua sosok ilmuwan ini mendapatkan penghargaan Nobel.

Ilmuwan-ilmuwan tersebut berhasil menahbihkan dirinya sebagai scientist leader karena penemuannya berkontribusi besar bagi masyarakat.

Ketika pandemi, bermunculan banyak scientist leader. Para pemimpin ilmuwan membuktikan kapasitas dan kapabilitasnya. Para scientist leader dari Universitas Oxford, perusahaan Moderna, Pfizer, dan masih banyak lagi telah menghasilkan vaksin dalam waktu yang terbilang singkat.

Karena para scientist leader inilah, dunia menjadi relatif aman dan masyarakat terbentengi dari virus Covid-19.

Kesigapan dan ketekunan para pemimpin ilmuwan diharapkan mampu menyelesaikan isu perubahan iklim. Masalah perubahan iklim sifatnya multi spektrum dan multi dimensi yang membuat isu ini sangat rumit untuk diselesaikan. Membutuhkan kolaborasi antar ilmuwan lintas disiplin untuk menghasilkan solusi bagi Bumi.

Kabar baiknya, pemimpin ilmuwan telah memiliki modal kepercayaan yang cukup besar dari masyarakat. Menurut laporan Wellcome Global Monitors 2020: Covid-19, terdapat peningkatan kepercayaan pada ilmuwan. Tahun 2018, kepercayaan masyarakat terhadap ilmuwan hanya sebesar 34 persen. Pada akhir tahun 2020, 43 persen masyarakat mempercayai ilmuwan.

Pew Research Center tahun 2020 melakukan survei di 20 negara. Secara keseluruhan, Pew Research Center menemukan bahwa 36 persen masyarakat mempercayai ilmuwan.

Di Indonesia, ilmuwan merupakan profesi terpercaya kedua setelah dokter. Menurut survei Ipsos 2022, 57 persen rakyat Indonesia mempercayai profesi Ilmuwan. Dokter menempati peringkat pertama dengan persentase 59 persen.

Sentimen positif itu dapat membantu pemimpin ilmuwan dalam melakukan kerja-kerja positifnya. Dengan kepercayaan masyarakat tersebut, para scientist leader menjadi lebih terpacu untuk menghasilkan lebih banyak riset berdampak dan berdaya guna.

Kita akan terus membutuhkan pemimpin ilmuwan. Karena itu, perguruan tinggi, lembaga riset, dan perusahaan harus merespon dengan baik harapan masyarakat. Tiga institusi inilah yang menjadi tempat scientist leader bernaung. Mereka punya tanggung jawab menciptakan iklim riset yang inklusif, kolaboratif, dan produktif.

10 Karakteristik Scientist Leader

Ada beberapa karakteristik yang umum dari scientist leadership, 10 di antaranya adalah: 

  1. Memiliki visi besar mengenai ide dan gagasan penelitian. Punya visi yang jelas tentang arah penelitian yang ingin dicapai dan memotivasi tim untuk mengejar visi tersebut.
  2. Mampu membuat keputusan yang cepat dan tepat berdasarkan data yang ada, serta membuat keputusan yang obyektif.
  3. Punya skill dalam memimpin tim dengan cara yang efektif dan efisien, serta mampu meningkatkan kinerja tim dengan memberikan pengarahan yang tepat.
  4. Mampu berkomunikasi baik dengan anggota tim serta mampu menyampaikan ide dan visi dengan jelas.
  5. Mampu mengelola sumber daya intelek secara efektif dan efisien, serta mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan penelitian.
  6. Memiliki kemampuan untuk mencari solusi baru dan inovatif dalam menyelesaikan masalah, serta mampu mengembangkan teknologi baru.
  7. Memiliki integritas tinggi dan memegang prinsip etika dalam menjalankan dan mengembangkan penelitian.
  8. Bersikap proaktif dalam mencari solusi dan mengatasi masalah dan tantangan yang dihadapi dalam proyek penelitian
  9. Menjalankan profesionalisme yang tinggi dan selalu berusaha meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian masyarakat.
  10. Adaptif untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan situasi yang berubah dalam proyek penelitian.

Kita Perlu Banyak Scientist Leader

Salah satu respon yang bisa dilakukan perguruan tinggi, lembaga riset, dan perusahaan adalah mencetak lebih banyak scientist leader. Meski begitu, terdapat beberapa tantangan yang membuat tiga institusi ini mengalami kesulitan mencetak scientist leader.

Pertama, belum capable-nya scientist leader dalam memimpin tim. Majalah Nature mempublikasikan riset karya Richard van Noorden tahun 2018 yang mengungkapnya bahwa dalam 12 bulan terakhir, 68 persen responden mengatakan pimpinan riset tidak mengadakan pelatihan manajemen.

Hal itu juga yang mendasari lebih dari 70 persen peneliti junior menginginkan peneliti yang lebih senior mendapatkan pelatihan tentang mentoring, sehingga dapat memimpin dengan lebih baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com