"Belum bisa dipastikan apakah Salomon Muller pernah berkunjung ke Tandjong (hoek) Serandjana sebelum memetakannya," jelas Mansyur.
Selain itu, Muller pun tak pernah menyinggung kota ini dalam beberapa artikel yang diterbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Peta Saranjana tersebut, termuat dalam Reizen en onderzoekingen in den Indischen Archipel, seri pertama yang diterbitkan Staatsbibliothek zu Berlin.
"Peta ini dibuat 18 tahun sebelum Salomon Muller meninggal dunia pada tahun 1863," kata Mansyur.
Di sisi lain, profesor geografi dan etnologi Belanda Pieter Johannes Veth turut membagikan informasi seputar Serandjana.
Informasi tersebut tertuang dalam kamus "Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie: bewerkt naar de jongste en beste berigten", halaman 252, terbitan Amsterdam oleh P.N. van Kampen pada 1869.
Veth menuliskan, "Sarandjana, kaap aan de Zuid-Oostzijde van Poeloe Laut, welk eiland aan Borneo's Zuid-Oost punt is gelegen."
Kalimat tersebut memiliki arti kurang lebih, "Sarandjana, tanjung di sisi selatan Poeloe Laut, yang merupakan pulau yang terletak di bagian tenggara Kalimantan."
Baca juga: Ramai soal Bola Api Terbang Disebut Banaspati, Apa Itu?
Selain fakta dari sumber Hindia Belanda, Mansyur menyebutkan bahwa masih terdapat sumber lain terkait Kota Saranjana.
"Sumber yang tentunya jangan sampai ditinggalkan. Untuk membuat mitos menjadi nyata, harus dimulai dari kemitosannya," tutur dia.
Pertama, ditilik dari sudut pandang bahasa, nama Saranjana, Sarangjana, atau Serandjana dalam tulisan naturalis Belanda memiliki kesamaan dengan Sarangtiung.
Wilayah Saranjana ada di selatan Pulau Laut, sementara daerah Sarangtiung berada di utara Pulau Laut.
"Apakah unsur kesamaan ini menunjukkan hubungan? perlu pendalaman. Hal yang pasti, menunjukkan tempat berupa 'sarang'," kata Mansyur.
Namun, dia berpendapat bahwa pembuktian unsur kesejarahan dalam konteks ini hanya sampai di sini.
Sebab, belum ada sumber yang menunjukkan adanya hubungan kedua wilayah ini. Artinya, pendapat ini hanya pencocokan atau cocoklogi yang belum bisa mencapai taraf hipotesis.
Kedua, lanjut Mansyur, apabila dibandingkan dengan kosakata India, maka "Saranjana" berarti tanah yang diberikan.
Kendati demikian, pendapat ini juga masih dalam tahap cocoklogi. Apalagi, belum pernah ditemukan peninggalan "wujud budaya" hasil Indianisasi di Pulau Laut.
Penelusuran ketiga, bersumber dari lisan warga lokal dalam publikasi "Myths in Legend of Halimun Island Kingdom in Kotabaru Regency" oleh Normasunah.