PELAKSANAAN pendataan awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), yang sedang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sejak pertengahan Oktober 2022 hingga saat ini, terkesan berjalan sendiri dan tidak mempunyai tujuan maupun aturan yang jelas.
Beberapa pihak menganggap bahwa pendataan itu mubazir karena proyek kolaborasi yang menghabiskan anggaran negara cukup besar tersebut mengalami tumpang tindih dengan tujuan pendataan program perlindungan sosial lainnya. Padahal pendataan tersebut merupakan prasyarat utama reformasi sistem perlindungan sosial bagi seluruh penduduk sebagaimana yang tertera pada Rencana Kinerja Pemerintah (RKP) tahun 2021 dan 2022.
Baca juga: Data Regsosek di Papua Masih 44,2 Persen, BPS Terkendala Kondisi Geografis dan Keamanan
Pemerintah berupaya untuk menyediakan basis data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan melalui Regsosek. Selanjutnya basis data tersebut dapat terhubung dengan data induk kependudukan serta basis data lainnya dari level pusat hingga tingkat desa/kelurahan.
Dasar hukum pendataan Regsosek adalah Undang-Undang (UU) Statistik Nomor 16 tahun 1997 beserta peraturan pemerintah dan peraturan presiden di bawahnya. Pendataan Regsosek merupakan bagian dari statistik sektoral yang dilakukan secara sensus.
Pada Pasal 12 ayat 3 UU Statistik tersebut dinyatakan bahwa apabila statistik sektoral dilakukan dengan cara sensus dan berskala nasional, maka pelaksanaannya harus diselenggarakan oleh BPS. Selain itu, pelaksanaan pendataan Regsosek juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, Perpres Nomor 86 tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, Perpres Nomor 85 tahun 2021 tentang RKP 2022, serta peraturan lain di bawahnya.
Pendataan Regsosek dilakukan melalui gugus tugas yang melibatkan lima kementerian lainnya selain BPS. Lima kementerian tersebut adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bapenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Alasan pemerintah melakukan pendataan Regsosek adalah untuk memperbaiki data program perlindungan sosial yang selama ini dinilai belum efektif dalam pengentasan kemiskinan.
Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2021, ditemukan sebanyak 1,9 juta rumah tangga miskin ekstrem tidak menerima program sembako. Hasil survei tersebut juga sejalan dengan temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkapkan bahwa bantuan sosial selama tahun 2020 hingga 2021 telah disalurkan kepada Keluarga Penenerima Manfaat (KPM) yang tidak tepat sasaran sehingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 6,93 triliun.
Karena itu, dalam pidato RUU APBN TA 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa reformasi program perlindungan sosial diarahkan pada perbaikan basis data penerima bantuan melalui Regsosek.
Baca juga: Kejar Awak Kapal hingga Manusia Gerobak, Regsosek di Bangka Digelar Semalam Suntuk
Pada tahun 2022 ini, agenda pelaksanaan Regsosek adalah tahap persiapan data. BPS melakukan pendataan awal Regsosek di seluruh daerah di Indonesia. Kementerian Sosial melakukan updating Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga melakukan pendataan keluarga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.