“Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan apa yang tidak Anda miliki. Pikirkan apa yang dapat Anda lakukan dengan apa yang ada.” – Ernest Hemingway (1899 – 1961).
BISA dipastikan Subari, petani sederhana dari Desa Kalibareng, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tidak mengenal apalagi membaca karya-karya Ernest Miller Hemingway, novelis dan wartawan kondang dari Amerika Serikat (AS) itu.
Subari hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Subari pun pasti tidak membaca “Lelaki Tua dan Lautnya” yang ditulis pemenang hadiah Putlizer 1953 itu. Nukilan buku itu yang begitu melegenda, manusia bisa dihancurkan tetapi tidak bisa dikalahkan, menjadi mantera penggugah semangat bagi siapa saja, termasuk Subari.
Subari rela menyerahkan tanah miliknya seluas 1.800 meter untuk dijadikan embung yang bermanfaat untuk mengairi lahan pertanian milik warga yang selalu kekeringan di saat kemarau dan kebanjiran di saat hujan. Cita-cita Subari begitu mulia. Dia berharap petani Desa Kalibareng tidak kekurangan dan kelebihan air.
Dengan adanya embung yang dibangun di atas lahan yang disumbangkan Subari, maka hasil pertanian akan bagus dan diharapkan perekonomian warga terangkat (Kompas.com, 12/11/2022).
Subari ini pantas ditabalkan sebagai pahlawan bagi Desa Kalibareng karena telah berbuat kebaikan tanpa pamrih bagi warga desa.
Kebaikan Subari juga layak dijadikan panutan mengingat Subari rela menyumbangkan tanah yang dimilikinya walau Subari tidak bisa dibilang mapan kehidupannya. Dari ke empatnya anaknya, dua di antaranya juga menjadi petani. Sementara dua anak lainnya, Subari mengaku masih mencari biaya untuk kelangsungan pendidikannya.
Sosok Subari akhirnya bisa dikenal publik usai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengundang khusus Subari untuk menghadiri peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/11/2022).
Di hadapan peserta upacara, Ganjar menyebut Subari bukanlah juragan tanah maupun tuan tanah. Subari hanyalah petani biasa tetapi begitu luar biasa.
Jika tanah seluas 1.800 meter persegi dikonversikan ke nominal kapital, tentu betapa besar uang yang ditangguk Subari. Subari iklas demi kehidupan warga desa agar kelak tidak mengalami kesulitan hidup.
Bagi Ganjar dan tentu juga bagi kita, Subari adalah contoh pahlawan saat ini. Dari Subari kita bisa belajar untuk menjadi pahlawan tidak perlu mempunyai kekuatan super. Tidak perlu jabatan tinggi atau kekayaan berlimpah. Cukup dengan keluasan hati dan kesediaan untuk berkorban (Kompas.com, 10/11/2022).
Jika Kendal punya superhero yang bernama Subari, lain lagi kisah Lamek Dowansiba dari Manokwari, Papua Barat. Berkat kegigihannya untuk membantu anak-anak Papua Barat yang putus sekolah dan tidak berkesempatan mendapat pendidikan formal di sekolah, Lamek memilih mendirikan rumah baca yang tersebar di berbagai daerah di Papua Barat.
Lamek memang memiliki anomali pilihan hidup dari pemuda di usianya, apalagi bagi warga Papua dengan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) maka hidup usai menyelesaikan pendidikan dikatakan sempurna.
Baca juga: Jalan Sunyi Lamek Dowansiba, Tolak Jadi PNS demi Dirikan Rumah Baca Bagi Anak-anak Papua
Justru pilihan Lamek untuk mengentaskan pendidikan anak-anak di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong dan Tambrauw menjadi jawaban atas kegagalan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang lebih menitikberatkan pada pendidikan formal (Kompas.com, 12/11/2022).
Pemerintah daerah kerap memilih cara instan untuk mendongkrak pendidikan anak-anak Papua Barat dengan menyekolahkan atau mengkuliahkan ke Tanah Jawa atau luar negeri. Padahal tidak sedikit, anak-anak Papua Barat yang telah menyelesaikan pendidikannya “ogah” kembali ke daerah asalnya.