Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Berburu Piringan Hitam dan Transformasi Digital

Kompas.com - 23/10/2022, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMERSIALISASI musik dan lagu telah berubah total. Peran yang serba midle seperti CD, VCD, tergantikan dengan peran platform digital dan fasilitasi cloud.

Tahun 1980-an, ketika mahasiswa, saya nyambi menjadi Penyiar Radio. Sangat mengasyikkan. Jam siaran selalu memilih malam agar tidak bentrok dengan kuliah.

Ternyata siaran malam juga secara insting mendorong pilihan lagu-lagu syahdu apalagi jika sudah mendekati tengah malam.

Melakukan siaran sekaligus menjadi operator sendiri lebih saya sukai, karena bisa memilih lagu sesuai selera. Waktu itu belum ada CD, flashdisk apalagi Cloud, lagu biasanya diputar lewat piringan hitam (PH/ LP) atau kaset.

Piringan hitam jauh lebih simpel, karena dapat memilih lagu dengan mudah, cukup meletakan jarum pemutar piringan (Turntable) pada track yang diinginkan.

Namun memutar lagu lewat kaset perlu "perjuangan sendiri". Sebelum siaran setumpuk kaset disiapkan dengan lagu yang sudah dipilih secara sangat tidak praktis.

Pertama, mencari posisi lagu dengan tape recorder, setelah itu siap-siap dengan spidol kecil yang ujungnya bergerigi, untuk memutar perlahan pita kaset agar lagu pas begitu diputar.

Pengalaman ini telah membawa saya menjadi hobi mengoleksi piringan hitam. Saya mendapatkan alat putar Turntable di Mangga Dua. Sementara piringan hitamnya diperoleh dari berbagai tempat: di pasar Loak Jalan Cihapit Bandung, di Blok M, bahkan di Hard off Kawasaki Jepang, Flea Market Jenewa, toko piringan hitam di Brussels, pasar loak Amsterdam dan lain-lain.

Berburu piringan hitam di luar negeri biasanya dilakukan di sela kunjungan dan meeting-meeting, selalu dipilih hari Sabtu (karena loakan biasa buka sabtu) saat ada waktu luang sebelum hari terakhir flight ke tanah air.

Ada satu pengalaman unik ketika membeli piringan hitam di Toko loak di Brussels. Waktu itu saya bertanya Album Greatest Hits Engelbert Humperdinck dan Album Simon & Garfunkel yang memuat lagu Bridge Over Troubled Water.

Rupanya pedagang yang sudah sangat sepuh itu hafal betul di mana letak barang yang ada di lantai bawah tanah tokonya.

Saya pun diajak menuruni tangga menuju ruang bawah yang ternyata penuh piringan hitam dan sangat tertata rapi tanpa debu.

Ketika dia tahu saya datang dari Jakarta, dia memberikan beberapa koleksi kesayangannya secara "cuma-cuma". Koleksi lagu itu saya simpan sampai sekarang dan bisa diputar dengan baik.

Piringan hitam lawas tidak hanya menyimpan begitu banyak lagu nostalgia, tapi ada hal luar biasa. Saat kita menikmati lagu lewat media jadul ini nuansa suara halus kresek-kresek, dan desis lembut karena gesekan jarum ke piringan membawa kita piknik ke masa lalu.

Hak cipta

Era piringan hitam dan segenap perangkat turn table-nya sudah terdisrupsi kesekian kalinya, dari mulai hadirnya kaset, CD, flask disk, streaming, bahkan cloud dan smart phone dengan perangkat bluetooth-nya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com