Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Makna Kebencian

Kompas.com - 01/09/2022, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA masa senjakala menjelang akhir hayat dikandung badan, saya mencoba mempelajari berbagai perihal termasuk apa yang disebut sebagai kemanusiaan.

Dalam berupaya mempelajari kemanusiaan, saya baper alias terbawa perasaan sehingga mendirikan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Di dalam ikhtiar mempelajari kemanusiaan saya juga mempelajari perasaan manusia yang berdampak konstruktif terhadap kemanusiaan.

Misalnya peduli, perhatian, iba, bela rasa, belas-kasihan, welas asih, yang kesemuanya terkandung di dalam kasih sayang.

Namun ternyata kemanusiaan tidak hanya terdampak perasaan manusia yang bersifat konstruktif, tetapi justru rawan terpukul atau minimal terpengaruh oleh perasaan manusia yang bersifat destruktif.

Misalnya prasangka, curiga, acuh, abai, tidak perhatian, amarah dan yang paling utama adalah kebencian.

Kebencian adalah lawan kata alias antonim kasih-sayang. Bukan hanya maknanya berlawan namun tujuannya juga berlawanan.

Jika kasih-sayang bertujuan menyenangkan, menyejahterakan, membahagiakan sesama manusia maka sebaliknya kebencian bertujuan menyengsarakan, menyelakakan bahkan
membinasakan sesama manusia.

Dampak kebencian terhadap kemanusiaan terbukti luar biasa dahsyat destruktif. Pembunuhan pertama menurut Kitab Suci Nasrani dilakukan oleh saudara kandung terhadap saudara kandung, yaitu oleh Kain terhadap Habil akibat kedengkian yang memuncak menjadi kebencian kemudian terejewantahkan menjadi kekerasan sampai Kain tega membunuh saudara kandung sendiri.

Kebencian kaum Yahudi terhadap seorang insan sesama Yahudi yang kini kita kenal sebagai Jesus Kristus telah menyebabkan pengadilan, penganiayaan bahkan pembunuhan Jesus Kristus di tiang salib.

Kebencian Adolf Hitler terhadap kaum Yahudi telah membantai jutaan kaum Yahudi yang sebenarnya tidak berdosa kecuali dilahirkan sebagai Yahudi.

Kebencian Mao terhadap kebudayaan Barat telah meledakkan Revolusi Kebudayaan yang menyengsarakan entah berapa warga Republik Rakyat China, termasuk sepupu saya yang pianis berbakat kedua tangannya dilumpuhkan oleh popor bedil Pengawal Merah.

Kebencian terhadap PKI menyebabkan pada tahun 1965 ayah kandung saya hilang lenyap sampai masa kini. Padahal beliau cuma seorang pemilik toko kelontong yang buta politik, maka sama sekali bukan anggota PKI.

Demokrasi menghadirkan pemilu kemudian pemilu menghadirkan kebencian yang memecah-belah bangsa Indonesia yang cinta damai menjadi kubu-kubu yang saling membenci hanya akibat masing-masing mengharapkan junjungannya untuk menjadi pemenang pemilu.

Kebencian terhadap kaum keturunan China di Indonesia telah memicu huru hara antietnis China terjadi berulang kali di persada Indonesia.

Rentetan prahara G30S, huruhara anti-China 1980, Mei 1998 sebenarnya cukup mengandung alasan bagi saya untuk memiliki sebuah perasaan yang destruktif terhadap kemanusiaan, yaitu dendam.

Namun sebagai seorang pembelajar kemanusiaan apalagi pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan, syukur alhamdullilah saya merasa tidak layak membiarkan rasa dendam merusak nurani kemanusiaan yang sudah mengakar serabut di kalbu lubuk sanubari akibat saya sudah terlanjur jatuh cinta (perasaan konstruktif!) kepada Indonesia sesuai teks lagu Indonesia Pusaka mahakarya Ismail Marzuki:

Indonesia Tanah Air Beta
Pusaka Abadi Nan Jaya
Indonesia Sejak Dahulu Kala
Slalu Dipuja-puja Bangsa
Di Sana Tempat Lahir Beta
Dibuai Dibesarkan Bunda
Tempat Berlindung Di Hari Tua
Tempat Akhir Menutup Mata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com