Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Motif Pembunuhan Brigadir J, Ini Kata Ahli Pidana

Kompas.com - 13/08/2022, 11:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelan tapi pasti, benang kusut dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terungkap ke permukaan.

Setelah menjadi polemik, Tim Khusus Polri akhirnya membuka motif Irjen Ferdy Sambo membunuh Brigadir J.

Disebutkan, Ferdy Sambo marah dan emosi lantaran Brigadir J melukai martabat keluarganya.

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, setelah mendapat laporan dari istrinya yang mendapatkan tindakan yang melukai harkat martabat keluarga di Magelang, Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.

Sambo merencanakan pembunuhan itu dengan memanggil anak buahnya yakni Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dan Bripka Ricky Rizal (Bripka RR).

Baca juga: 5 Media Internasional Soroti Kasus Brigadir J dan Irjen Ferdy Sambo, Apa Kata Mereka?

Pertanyaannya, haruskah motif tindak pidana itu diungkap ke publik, dan bagaimana posisi motif dalam penegakan keadilan?

Motif harus dipublikasikan?

Guru Besar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Indriayanto Seno Adji menyebut, motif kejahatan tidak wajib diungkapkan kepada publik.

Hal itu berlaku baik di masa penyidikan atau saat kasus di bawah kewenangan kepolisian, maupun di masa peradilan ketika kasus sudah bergulir ke pengadilan.

"Pada KUHP maupun KUHAP Indonesia, motif tidak menjadi dasar pemidanaan, karenanya tidak ada kewajiban untuk diinformasikan ke publik, apalagi pada tahap penyidikan pro justitia yang secrecy stages secara universal," kata Indriarto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/8/2022).

Menurutnya, di tahap peradilan pun hakim tidak memiliki kewajiban untuk membuka motif kepada publik, meskipun hal itu bisa saja ditanyakan.

"Dalam proses ajudikasi di pengadilan dapat mempertanyakan motifnya walau tidak absolut. Hakim menilai benar tidaknya ada perbuatan melanggar hukum, tanpa ada kewajiban membuktikan ada tidaknya motif yang melatarbelakangi perbuatan melanggar hukum tersebut," jelas dia.

Baca juga: Deret Alibi Sang Jenderal: Pelecehan di Rumah Dinas Berganti Pelecehan Harkat dan Martabat


Posisi motif dalam kasus hukum

Perlu diketahui, motif kejahatan tidak digunakan untuk menilai benar tidaknya ada perbuatan melanggar hukum.

Lantas apa yang mendasari hakim dalam memutuskan sebuah kasus pelanggaran pidana?

"Motif tidak selalu menjadi dasar pemidanaan. Pemidanaan justru didasarkan pembuktian atas perbuatan yang telah dilakukan seseorang yang diduga melanggar hukum," kata dia.

Baca juga: Rekam Jejak Irjen Ferdy Sambo, Eks Kadiv Propam Polri Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J

Indriyanto menjelaskan, pembuktian perbuatan itu bisa dilakukan dengan melihat dua hal lain.

"Pemidanaan melihat pembuktian adanya Actus Reus (perbuatan) dan Mens Rea (sikap batin yang subyektif dari pelaku), bukan motivasi yang mendorong pelanggaran hukum tersebut," ungkap dia.

Jika Actus Reus dan Mens Rea ditemukan pada seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum, maka pidana bisa dijatuhkan.

Baca juga: Dugaan-dugaan di Balik Kasus Polisi Tembak Polisi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Sederet Insiden Polisi Tembak Polisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com