Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Selamat Merayakan Idul Fitri

Kompas.com - 02/05/2022, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAUH jangkauan wawasan pengetahuan dangkal saya tentang peradaban Islam, tradisi halalbihalal hanya ada di Indonesia.

Di Suriah, Pakistan, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman bahkan Saudi Arabia setahu saya yang tentu saja rawan keliru tidak ada tradisi diselenggarakan setelah Hari Raya Idul Fitri yang disebut sebagai halalbihalal.

Di alam demokrasi berbingkai Bhinneka Tunggal Ika, wajar jika muncul beraneka ragam pendapat termasuk pendapat tentang sejarah tradisi halalbihalal di Indonesia yang juga serta merta berarti juga di dunia.

Ada yang berpendapat bahwa istilah halalbihalal sudah dikenal sejak ditulis di majalah Soeara Muhammadiyah edisi 5 tahun 1924.

Sementara menurut NU On Line, sejarah halalbihalal dimulai ketika Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara untuk dimintai saran mengatasi situasi politik Indonesia.

Peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan bulan suci Ramadhan 1948 di tengah ancaman disintegrasi bangsa oleh kelompok DI/TII dan PKI.

Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturahim, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, di mana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturahim.

Menurut Kiai Wahab, para elite politik tidak mau bersatu lantaran mereka saling menyalahkan. Sementara saling menyalahkan itu dosa dan dosa itu haram.

Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Sehingga, mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Akhirnya muncul istilah halalbihalal dari Kiai Wahab.

Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara menghadiri silaturahim yang diberi judul halalbihalal.

Para elite politik tersebut akhirnya bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Sejak saat itulah istilah halalbihalal lekat dengan tradisi Lebaran di Indonesia.

Lain halnya dengan majalah Historia yang menduga halalbihalal berasal dari pernyataan seorang penjual martabak di Solo.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi mutakhir istilah halalbihalal bermakna:

halalbihalal/ha·lal·bi·ha·lal/ n hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang: -- merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia;

berhalalbihalal/ber·ha·lal·bi·ha·lal/ v bermaaf-maafan pada Lebaran: pada Lebaran kita ~ dengan segenap sanak keluarga dan handai tolan

Mengingat tradisi mau pun istilah halalbihalal hanya ada di Indonesia, maka dapat ditafsirkan bahwa halalbihalal merupakan pribumisasi Islam di persada Nusantara.

Secara historis dapat pula ditafsitkan bahwa pada hakikatnya halalbihalal berakar pada tradisi sungkem, yaitu menghadap orangtua di kampung halaman untuk memohon restu serta memohon maaf lahir batin.

Menurut pendapat serta selera saya, tafsir versi sungkem ini indah. Maka melalui naskah sederhana ini saya mengucapkan Selamat Merayakan Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com