Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dandi Supriadi, MA (SUT), PhD,
Dosen Jurnalistik

Kepala Kantor Komunikasi Publik Universtas Padjadjaran. Dosen Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Selain minatnya di bidang Jurnalisme Digital, lulusan pendidikan S3 bidang jurnalistik di University of Gloucestershire, Inggris ini juga merupakan staf peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Unpad.

Makhluk Apakah Jurnalisme Digital Itu?

Kompas.com - 09/04/2022, 08:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, kualitas jurnalismenya tetap menjadi pertanyaan, dan dalam beberapa hal membuat krebilitas jurnalis kemungkinan menurun di mata khalayak.

Di sisi khalayak, Joëlle Swart dan rekan-rekannya (2022) menemukan kenyataan bahwa di era digital ini telah terjadi perubahan radikal di masyarakat dalam hal melihat dunia jurnalisme.

Menurut mereka, setidaknya ada tiga kenyataan yang kurang mengenakan bagi organisasi media.

Pertama, kenyataan bahwa khalayak tidak lagi menganggap jurnalis sebagai sumber informasi yang bermanfaat, mencerahkan, penting, atau relevan.

Mereka justru lebih percaya kepada kasir sebuah toko kelontong yang dianggap lebih mewakili tugas jurnalis dalam menyampaikan informasi yang memenuhi kebutuhan mereka.

Kedua, masih berhubungan dengan yang pertama, adalah kenyataan bahwa khalayak tidak lagi menganggap berita sama dengan jurnalisme.

Ini adalah akibat dari teknologi digital yang mengaburkan batasan-batasan dalam jurnalisme yang dahulu memberikan sifat khusus pada kebenaran informasi. Konsekuensinya, informasi atau berita dianggap dapat diperoleh dari siapapun.

Kenyataan ini tidak hanya melahirkan pemikiran baru tentang praktik jurnalisme, namun juga pertanyaan eksistensial mengenai peran dan tujuan dari pendidikan jurnalisme.

Ketiga, adanya pilihan dari khalayak untuk tidak lagi menggunakan produk jurnalisme, yang berlawanan dengan anggapan umum para peneliti jurnalisme bahwa berita dan jurnalisme adalah hal yang selalu bagus dan menarik.

Konsekuensinya, walaupun ada banyak berita yang diproduksi oleh jurnalis, namun tidak selalu menarik perhatian khalayak untuk menggunakannya.

Menurunnya kepercayaan kepada institusi jurnalisme ini kemungkinan besar disebabkan oleh karakteristik informasi digital yang semakin mudah dibuat dan didapatkan secara instan.

Bukan saja dilakukan oleh khalayak, tapi juga sangat mungkin dilakukan oleh jurnalis sendiri karena adanya kemudahan yang diberikan teknologi digital.

Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, dalam sebuah kesempatan menyatakan, salah satu tantangan jurnalisme di era disrupsi digital adalah apa yang dia sebut sebagai jurnalisme instan atau instant journalism.

Istilahnya itu merujuk kepada kegiatan jurnalisme yang begitu saja mengutip informasi dari sumber yang tidak terverifikasi, misalnya dari media-media sosial.

Salah satu akibatnya adalah menyebarnya disinformasi, misinformasi, malinformasi, atau hoaks.

Semua ini terjadi karena teknologi digital dalam kegiatan jurnalisme berkembang dalam jejaring internet yang memungkinkan setiap orang menulis atau mengabarkan sesuatu.

Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan teknologi informasi digital inilah yang memungkinkan setiap orang dapat memproduksi informasi dan disebarkan ke khalayak luas. Hal ini terutama terjadi dalam media sosial.

Ini mengakibatkan terjadinya kekaburan etika pembuatan konten publik karena karakteristik media sosial berbeda dengan media massa.

Di pihak lain, media sosial menjadi tempat bagi jurnalis di era digital ini untuk dengan cepat menemukan hal apa yang menjadi kebutuhan publik.

Media sosial juga menjadi sumber untuk mengetahui masalah apa yang terjadi di tengah masyarakat yang membutuhkan perhatian jurnalis dan perlu untuk diperjuangkan.

Hal ini menjadi krusial karena pada dasarnya jurnalisme memiliki karakter sebagai advokat bagi kepentingan publik.

Inilah yang kemudian menjadi tantangan terbesar dalam dunia pendidikan jurnalisme, di mana pola-pola dan prinsip-prinsip yang sangat menjaga terpeliharanya kebenaran menjadi kabur karena adanya kemudahan dalam menyebarkan dan mengakses informasi digital.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa filosofi utama dalam kajian jurnalisme digital adalah pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan kualitas informasi serta upaya untuk mempertahankan prinsip-prinsip jurnalisme yang bertanggung jawab kepada publik untuk menyebarkan kebenaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com